Malang Raya alami penurunan muka tanah tiga meter
13 Oktober 2018 21:18 WIB
Warga dan relawan membersihkan rumahnya dari material pasir dan lumpur akibat banjir bandang di Desa Alas Malang, Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (23/6/2018). Akibat kejadian tersebut sedikitnya 328 unit rumah rusak serta meninggalkan endapan lumpur dan pasir setinggi satu meter di pemukiman warga. (ANTARA/Zabur Karuru)
Malang (ANTARA News) - Wilayah Malang Raya dalam kurun waktu sekitar tiga tahun mengalami penurunan muka tanah cukup signifikan yakni hampir tiga meter, demikian hasil analisis yang dilakukan oleh Grup Riset Geoinformatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (Filkom UB) Malang.
Ketua Grup Riset Geoinformatika Filkom UB Malang Fatwa Ramdani di Malang, Sabtu, mengatakan pihaknya telah melakukan analisis terhadap pergerakan vertikal dari wilayah Malang Raya dan sekitarnya berbasis data satelit radar (Sentinel-1) milik Uni Eropa.
"Berdasarkan hasil analisa tersebut, wilayah Malang Raya, Jawa Timur, mengalami penurunan muka tanah yang signifikan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini (2015-2018)," ujar Fatwa Ramdani.
Ia mengemukakan data yang dikumpulkan adalah data dalam periode tiga tahun terakhir. Pendekatan Differensial Interferogram Synthetic Aperture Radar (DinSAR) dilakukan untuk mendapatkan informasi perubahan secara vertikal dari permukaan muka tanah.
Dan, lanjutnya, hasilnya cukup mengejutkan, wilayah Malang Raya Selatan dan sekitarnya mengalami penurunan muka tanah yang signifikan dalam kurun waktu tiga tahun, yakni hampir tiga meter.
Untuk wilayah tengah dan utara tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun, sebaliknya wilayah paling utara, seperti Surabaya dan Pulau Madura mengalami kenaikan muka tanah sekitar 30 centimeter (cm).
Sementara itu, aktivitas lempeng Australia yang terus bergerak mendorong ke arah utara menuju selatan Pulau Jawa bergerak sekitar 71 mm per tahun. Ini terlihat kecil, namun dampaknya ternyata sangat besar pada penurunan muka tanah.
Data tersebut bisa ditunjukkan kepada masyarakat di wilayah Malang Raya Selatan dan sekitarnya. Sehingga, masyarakat di wilayah ini (Malang Selatan) perlu mempertimbangkan struktur bangunan yang tahan terhadap perubahan penurunan muka tanah yang signifikan agar ketika terjadi bencana, kerugian materil maupun non-materil bisa diminimalisasi.
Untuk wilayah tengah dan utara Malang Raya, lanjutnya, juga perlu diperhatikan, terutama aspek lingkungan. Sebab, pertumbuhan yang tidak terkontrol bisa mendatangkan bencana, seperti banjir dan longsor pada musim penghujan, bahkan berdasarkan analisis sementara, selama 20 tahun terakhir Kota Malang dan Kota Batu mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.
Oleh karenanya, bencana yang terjadi beberapa waktu lalu harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Tujuannya, agar tidak lagi banyak korban jiwa dan kerugian material yang besar dari masyarakat.
"Edukasi terhadap literasi bencana juga perlu dilakukan secara terintegrasi. Dan, semua pihak harus memberikan kontribusi positif," tuturnya.
Baca juga: Kebersihan air sungai Kota Malang berkategori merah
Baca juga: Kota Malang bangun pusat daur ulang sampah
Baca juga: Cagar budaya Kota Malang terlindungi perda
Ketua Grup Riset Geoinformatika Filkom UB Malang Fatwa Ramdani di Malang, Sabtu, mengatakan pihaknya telah melakukan analisis terhadap pergerakan vertikal dari wilayah Malang Raya dan sekitarnya berbasis data satelit radar (Sentinel-1) milik Uni Eropa.
"Berdasarkan hasil analisa tersebut, wilayah Malang Raya, Jawa Timur, mengalami penurunan muka tanah yang signifikan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini (2015-2018)," ujar Fatwa Ramdani.
Ia mengemukakan data yang dikumpulkan adalah data dalam periode tiga tahun terakhir. Pendekatan Differensial Interferogram Synthetic Aperture Radar (DinSAR) dilakukan untuk mendapatkan informasi perubahan secara vertikal dari permukaan muka tanah.
Dan, lanjutnya, hasilnya cukup mengejutkan, wilayah Malang Raya Selatan dan sekitarnya mengalami penurunan muka tanah yang signifikan dalam kurun waktu tiga tahun, yakni hampir tiga meter.
Untuk wilayah tengah dan utara tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun, sebaliknya wilayah paling utara, seperti Surabaya dan Pulau Madura mengalami kenaikan muka tanah sekitar 30 centimeter (cm).
Sementara itu, aktivitas lempeng Australia yang terus bergerak mendorong ke arah utara menuju selatan Pulau Jawa bergerak sekitar 71 mm per tahun. Ini terlihat kecil, namun dampaknya ternyata sangat besar pada penurunan muka tanah.
Data tersebut bisa ditunjukkan kepada masyarakat di wilayah Malang Raya Selatan dan sekitarnya. Sehingga, masyarakat di wilayah ini (Malang Selatan) perlu mempertimbangkan struktur bangunan yang tahan terhadap perubahan penurunan muka tanah yang signifikan agar ketika terjadi bencana, kerugian materil maupun non-materil bisa diminimalisasi.
Untuk wilayah tengah dan utara Malang Raya, lanjutnya, juga perlu diperhatikan, terutama aspek lingkungan. Sebab, pertumbuhan yang tidak terkontrol bisa mendatangkan bencana, seperti banjir dan longsor pada musim penghujan, bahkan berdasarkan analisis sementara, selama 20 tahun terakhir Kota Malang dan Kota Batu mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.
Oleh karenanya, bencana yang terjadi beberapa waktu lalu harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Tujuannya, agar tidak lagi banyak korban jiwa dan kerugian material yang besar dari masyarakat.
"Edukasi terhadap literasi bencana juga perlu dilakukan secara terintegrasi. Dan, semua pihak harus memberikan kontribusi positif," tuturnya.
Baca juga: Kebersihan air sungai Kota Malang berkategori merah
Baca juga: Kota Malang bangun pusat daur ulang sampah
Baca juga: Cagar budaya Kota Malang terlindungi perda
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018
Tags: