"Yang harus dilengkapi bukti minimal sehingga kalau ada bukti minimal, selanjutnya tugas dari penegak hukum untuk menggali lebih dalam dan mencari kelengkapan bukti lain," ujar Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat.
Meski Peraturan Pemerintah (PP) No 43 tahun 2018 mendorong peningkatan peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, ia menekankan diperlukan bukti yang akurat dan tidak sekedar opini yang dapat menjadi fitnah.
Baca juga: PP 43 Tahun 2018 perkuat LPSK
Dengan PP yang menyebutkan bahwa masyarakat yang berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan penghargaan itu, diharapkan masyarakat lebih peduli pada upaya pemberantasan korupsiBaca juga: PP 43 Tahun 2018 perkuat LPSK
"Ini agar masyarakat peduli dan sadar sehingga terjadi upaya pemberantasan korupsi karena ada kecenderungan masyarakat masa bodoh merasa tidak merasa sebagai korban. Korupsi ini tidak dirasakan langsung, padahal korban banyak sekali, korbannya masyarakat," kata Prasetyo.
Dalam PP yang baru diundangkan pada 17 September 2018 tersebut, para pelapor kasus korupsi dapat diberikan penghargaan berupa piagam dan premi sebesar dua permil dari total kerugian keuangan negara dan maksimal Rp200 juta.
Disebutkan bahwa penegak hukum yang terdiri atas Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia berhak memberikan maksimal Rp200 juta bagi masyarakat yang melaporkan kasus korupsi kepada penegak hukum.
Baca juga: KPK mengapresiasi Presiden teken PP 43
Baca juga: Pelapor Kasus Korupsi Berpeluang Peroleh Hadiah Uang
Baca juga: KPK mengapresiasi Presiden teken PP 43
Baca juga: Pelapor Kasus Korupsi Berpeluang Peroleh Hadiah Uang