Nusa Dua (ANTARA News) - Pembuat kebijakan di Asia perlu memperkuat kerja sama guna memanfaatkan potensi teknologi keuangan baru bagi pertumbuhan inklusif sekaligus memastikan kemampuan merespons tantangan teknologi finansial atau financial technology (fintech).

"Kemajuan teknologi telah menjadi salah satu kunci untuk mencapai pertumbuhan inklusif yang lebih kuat," kata Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara dalam sebuah dialog di sela-sela Pertemuan IMF-WBG 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis.

Mirza menjelaskan bahwa Asia, termasuk Indonesia, merupakan tempat ideal bagi teknologi finansial untuk berkembang.

Menurut catatan Bank Pembangunan Asia (ADB), akses teknologi berkembang pesat di Asia Pasifik. Pada 2018, kawasan tersebut memiliki proporsi paten tekfin secara global.

Tercatat lebih dari 65 persen dari paten tekfin global berada di Asia Pasifik dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Sepanjang Januari hingga Agustus 2018, paten tekfin dari China tercatat sebanyak 27.685 paten (30 persen), Korea Selatan 14.128 paten (15 persen), Jepang 13.335 paten (14 persen), dan India 1.583 paten (2 persen).

Mirza menilai Indonesia merupakan tempat ideal bagi fintech untuk berkembang mengingat jumlah penduduk mudanya yang besar dan kelompok kelas menengah yang dinamis.

Baca juga: Presiden: Indonesia negara paling bahagia di dunia

Pemanfaatan fintech tersebut dapat meningkatkan indeks inklusi keuangan karena memperluas akses pembiayaan dan sistem pembayaran.

Namun, pemanfaatan fintech secara luas juga menimbulkan risiko seperti misalnya otomatisasi yang dapat menimbulkan kesenjangan apabila masih ada pekerja yang tidak memiliki keterampilan cukup. Mirza menilai risiko tersebut perlu dimitigasi dan direspons.

Peraturan untuk mencegah kegiatan ilegal, meningkatkan keamanan siber, dan melindungi hak dan privasi konsumen, juga akan membangun keyakinan terhadap teknologi keuangan yang baru.

Presiden ADB Takehiko Nakao menilai lingkungan yang memungkinkan teknologi berkembang perlu didorong serta memperkuat kerja sama kawasan.

Hal tersebut bertujuan membangun standar peraturan dan sistem pengawasan yang harmonis demi mencegah pencucian uang internasional, pendanaan teroris, dan kejahatan siber.

"Teknologi keuangan baru yang menyebar dengan begitu cepat adalah teknologi yang sangat menjanjikan untuk inklusi keuangan," ujar Nakao.

Sementara itu, Direktur ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) Junhong Chang berpendapat para pembuat kebijakan perlu memahami dan mengelola dampak teknologi di dalam sistem keuangan demi mempertahankan stabilitas keuangan.

"Teknologi adalah pemberdaya yang menghubungkan perekonomian dan sistem keuangan kita, yang tak hanya menyebarkan manfaat, tetapi juga risiko, melintasi batas negara," ujar dia.

Baca juga: IMF-WB - Peluncuran "Bali Fintech Agenda" untuk pengembangan teknologi finansial

Baca juga: IMF-WB - Presiden: Gelombang inovasi harus disikapi dengan regulasi yang ramah