Nusa Dua (ANTARA News) - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengharapkan Indonesia bisa terus mengendalikan kinerja ekonomi positif untuk menghadapi guncangan global.

"Melihat Indonesia saat ini dan membandingkannya saat menghadapi krisis ekonomi beberapa waktu lalu, sejumlah kemajuan signifikan telah dicapai," kata Lagarde dalam konferensi pers di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Kamis.

Penilaian positif atas kemajuan ekonomi Indonesia didasarkan pada PDB per kapita yang meningkat dua kali lipat, angka kemiskinan yang turun di bawah 10 persen, dan inflasi yang terkendali.

Nilai tukar mata uang, cadangan devisa, dan restrukturisasi sektor perbankan, juga turut berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia.

Kuatnya posisi ekonomi Indonesia saat ini, menurut Lagarde, adalah hasil penerapan kombinasi kebijakan selama beberapa tahun terakhir.

"Jelas ada perbedaan antara negara yang memiliki kombinasi kebijakan yang tepat dan menjalankannya dengan disiplin, dibandingkan negara lain yang belum melakukannya," tutur dia.

Baca juga: Lagarde pastikan Indonesia tidak butuh pinjaman IMF

Bank Dunia dalam laporan terbaru Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Oktober 2018, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif didukung permintaan domestik yang kuat, meskipun lingkungan global belum stabil dan tidak menentu.

Lembaga keuangan internasional itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,2 persen pada tahun ini dan 2019, dan secara bertahap menguat menjadi 5,3 persen pada 2020.

Namun, Bank Dunia juga mencatat risiko-risiko terhadap prospek pertumbuhan Indonesia, terutama dampak negatif dari meningkatnya ketidakpastian global.

Normalisasi berkelanjutan kebijakan moneter AS, bersama dengan gejolak yang terkait dengan Argentina dan Turki, mendorong para investor keluar dari pasar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sebagai akibatnya, laporan Bank Dunia menyebutkan mata uang rupiah telah terdepresiasi dan imbal hasil obligasi meningkat.

Menurut laporan Bank Dunia, imbal hasil obligasi yang lebih tinggi akan menyebabkan kenaikan biaya bagi korporasi, yang bisa mengurangi pemulihan kredit baru dan investasi swasta.

Meningkatnya proteksionisme juga menimbulkan risiko yang kuat bagi Indonesia melalui pertumbuhan yang lebih lambat dari sektor ekspor.

Baca juga: Lagarde bilang ekonomi Indonesia baik, rupiah menguat di bawah Rp15.200