Pertemuan IMF-WB
Menperin: pertemuan IMF-WB pacu kemitraan sektor industri
10 Oktober 2018 22:06 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan pemaparan mengenai pemanfaatan teknologi untuk meciptakan inovasi di sektor industri ketika menjadi pembicara pada Forum Tri Hita Karana dengan tema The Rise of Innovation Hubs yang bertepatan dengan rangkaian IMF-WBG 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10). (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta, 10/10 (ANTARA News) - Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia (IMF-WB) 2018 di Nusa Dua, Bali, menjadi momen penting dalam upaya menjalin kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan negara mitra strategis, terutama di sektor industri manufaktur.
"Pemerintah punya target segera menyelesaikan perundingan dan penandatanganan beberapa CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement)," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Bali, Rabu.
Kerja sama bilateral Indonesia-Australia CEPA yang sudah final diharapkan menjadi milestone bagi CEPA lainnya. Gelaran tahunan ini juga bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperlihatkan fundamental ekonomi nasional ke kancah global.
Menperin menyampaikan, Indonesia dan negara mitra terus memformulasikan skema baru dalam kerangka CEPA, sehingga bisa terciptanya peningkatan nilai perdagangan bagi kedua belah pihak yang sama-sama menguntungkan.
Namun, untuk mencapai lompatan besar, diperlukan industri yang berdaya saing dan meningkatkan nilai tambah tinggi terutama untuk memenuhi pasar ekspor.
Di samping itu, menurut Airlangga, pertemuan internasional di Bali dapat pula menjadi kesempatan untuk membahas sekaligus mencari solusi terkait dinamika perekonomian global yang sedang terjadi, misalnya dampak perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
"Semoga even ini dapat meringankan negara-negara berkembang. Sebab, negara yang lebih stabil bisa memengaruhi kekuatan mata uang negara berkembang," terangnya.
Apalagi, Indonesia dinilai sudah mempunyai peta jalan Making Indonesia 4.0 yang memiliki sejumlah strategi dalam kesiapan memasuki era revolusi industri 4.0, yang tujuannya adalah mendongkrak perekonomian nasional, dengan target menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 besar negara ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030.
"Di 2030, saat generasi muda memimpin Indonesia dengan skill dan talent baru, kita bisa mengantisipasi digitalisasi ekonomi. Ini potensi yang akan digunakan sebagai pengungkit," papar Menperin.
Studi McKinsey menunjukkan, ada potensi pertumbuhan ekonomi sebesar 200 miliar dolar AS pada 2030 apabila Indonesia bisa menyiapkan 17 juta tenaga kerja yang mampu menghadapi ekonomi digital.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi di bidang pendidikan khususnya yang terkait program vokasi guna meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia agar sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.
"Jadi, selain peluang CEPA, kerja sama yang perlu dijajaki adalah bidang vokasi serta pengembangan ekonomi digital. Kami yakin upaya tersebut bisa menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia," imbuhnya.
"Pemerintah punya target segera menyelesaikan perundingan dan penandatanganan beberapa CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement)," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Bali, Rabu.
Kerja sama bilateral Indonesia-Australia CEPA yang sudah final diharapkan menjadi milestone bagi CEPA lainnya. Gelaran tahunan ini juga bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperlihatkan fundamental ekonomi nasional ke kancah global.
Menperin menyampaikan, Indonesia dan negara mitra terus memformulasikan skema baru dalam kerangka CEPA, sehingga bisa terciptanya peningkatan nilai perdagangan bagi kedua belah pihak yang sama-sama menguntungkan.
Namun, untuk mencapai lompatan besar, diperlukan industri yang berdaya saing dan meningkatkan nilai tambah tinggi terutama untuk memenuhi pasar ekspor.
Di samping itu, menurut Airlangga, pertemuan internasional di Bali dapat pula menjadi kesempatan untuk membahas sekaligus mencari solusi terkait dinamika perekonomian global yang sedang terjadi, misalnya dampak perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
"Semoga even ini dapat meringankan negara-negara berkembang. Sebab, negara yang lebih stabil bisa memengaruhi kekuatan mata uang negara berkembang," terangnya.
Apalagi, Indonesia dinilai sudah mempunyai peta jalan Making Indonesia 4.0 yang memiliki sejumlah strategi dalam kesiapan memasuki era revolusi industri 4.0, yang tujuannya adalah mendongkrak perekonomian nasional, dengan target menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 besar negara ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030.
"Di 2030, saat generasi muda memimpin Indonesia dengan skill dan talent baru, kita bisa mengantisipasi digitalisasi ekonomi. Ini potensi yang akan digunakan sebagai pengungkit," papar Menperin.
Studi McKinsey menunjukkan, ada potensi pertumbuhan ekonomi sebesar 200 miliar dolar AS pada 2030 apabila Indonesia bisa menyiapkan 17 juta tenaga kerja yang mampu menghadapi ekonomi digital.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi di bidang pendidikan khususnya yang terkait program vokasi guna meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia agar sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.
"Jadi, selain peluang CEPA, kerja sama yang perlu dijajaki adalah bidang vokasi serta pengembangan ekonomi digital. Kami yakin upaya tersebut bisa menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia," imbuhnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2018
Tags: