Pengungsi Sibalaya, Sigi berharap segera dapat listrik
9 Oktober 2018 18:32 WIB
Nuria Lapondeng, pengungsi asal Sibalaya Selatan, Sigi, Sulteng (9/10/2018) berharap pemerintah dapat membantu membangun kembali rumahnya yang runtuh akibat gempa dan likuifaksi. (ANTARA News/Genta Tenri Mawangi)
Sigi, Sulteng (ANTARA News) - Warga Desa Sibalaya Selatan, Kecamatan Tanambulava, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang terdampak gempa bumi dan likuifaksi berharap agar listrik segera sampai ke posko pengungsi.
"Sejak rumah kami hancur dan harus tinggal di pengungsian, sampai Selasa ini (9/10), belum ada listrik yang masuk," kata Nuria Lapondeng (84), warga Sibalaya Selatan saat ditemui di sisa reruntuhan rumahnya, Selasa.
Meski listrik tidak ada dan malam menjadi gelap, Nuria Lapondeng mengatakan beberapa paket bantuan pangan sudah dia terima, di antaranya berisi beras, mi instan, dan obat-obatan.
"Bantuan pertama itu datang kira-kira satu minggu setelah gempa besar dan rumah sema hancur. Kira-kira hari Jumat, ada yang dari tentara, juga dari partai," sebut Nuria.
Ia sempat mendapat bantuan dari kerabatnya yang rumahnya tidak terdampak gempa tidak jauh dari desanya. Selain itu ia juga mencukupi makan sehari-hari keluarganya pascagempa dari sawahnya yang baru saja dipanen. "Tidak banyak memang, tapi cukup untuk makan keluarga."
Selain bantuan pangan, ia mengaku layanan kesehatan juga sudah didapatkan di posko pengungsi yang terletak di Sibalaya Selatan.
Walau bantuan sudah sempat tiba di Sibalaya Selatan, perempuan dengan tujuh anak itu berharap pasokannya dapat masuk ke posko lebih sering. "Soalnya kadang-kadang bantuan datang, kadang lama berhenti," tambahnya.
Pascagempa, proses evakuasi dengan alat seadanya, menurut dia, sudah dimulai sejak Jumat malam (28/9). Nuria juga menyampaikan harapannya agar pemerintah dapat membantu membangun kembali rumahnya yang hancur dan terkubur tanah.
"Iya bangun pakai apa lagi, tidak punya harta. Hilang sudah. Kalau bisa dibangunkan lagi (oleh pemerintah), mungkin kalau tidak di sini, di tempat lain boleh, asal jangan jauh-jauh dari sawah," ujar Nuria.
Setidaknya ada sekitar 68 kepala keluarga (KK) yang terdampak gempa bumi dan likuifaksi di Desa Sibalaya Selatan. Disebutkan pula, ratusan warga dari 68 KK itu berhasil menyelamatkan diri, tetapi ada tiga warga yang tidak selamat karena tewas terhimpit bangunan.
Jalan utama menuju wilayah itu juga terputus, sehingga warga harus berjalan kaki atau memanfaatkan jalur alternatif agar dapat ke luar dari desa.
Baca juga: Pengungsi anak-anak Desa Lolu butuh perlengkapan belajar
Baca juga: Desa Jonooge Kabupatean Sigi masih terisolir
"Sejak rumah kami hancur dan harus tinggal di pengungsian, sampai Selasa ini (9/10), belum ada listrik yang masuk," kata Nuria Lapondeng (84), warga Sibalaya Selatan saat ditemui di sisa reruntuhan rumahnya, Selasa.
Meski listrik tidak ada dan malam menjadi gelap, Nuria Lapondeng mengatakan beberapa paket bantuan pangan sudah dia terima, di antaranya berisi beras, mi instan, dan obat-obatan.
"Bantuan pertama itu datang kira-kira satu minggu setelah gempa besar dan rumah sema hancur. Kira-kira hari Jumat, ada yang dari tentara, juga dari partai," sebut Nuria.
Ia sempat mendapat bantuan dari kerabatnya yang rumahnya tidak terdampak gempa tidak jauh dari desanya. Selain itu ia juga mencukupi makan sehari-hari keluarganya pascagempa dari sawahnya yang baru saja dipanen. "Tidak banyak memang, tapi cukup untuk makan keluarga."
Selain bantuan pangan, ia mengaku layanan kesehatan juga sudah didapatkan di posko pengungsi yang terletak di Sibalaya Selatan.
Walau bantuan sudah sempat tiba di Sibalaya Selatan, perempuan dengan tujuh anak itu berharap pasokannya dapat masuk ke posko lebih sering. "Soalnya kadang-kadang bantuan datang, kadang lama berhenti," tambahnya.
Pascagempa, proses evakuasi dengan alat seadanya, menurut dia, sudah dimulai sejak Jumat malam (28/9). Nuria juga menyampaikan harapannya agar pemerintah dapat membantu membangun kembali rumahnya yang hancur dan terkubur tanah.
"Iya bangun pakai apa lagi, tidak punya harta. Hilang sudah. Kalau bisa dibangunkan lagi (oleh pemerintah), mungkin kalau tidak di sini, di tempat lain boleh, asal jangan jauh-jauh dari sawah," ujar Nuria.
Setidaknya ada sekitar 68 kepala keluarga (KK) yang terdampak gempa bumi dan likuifaksi di Desa Sibalaya Selatan. Disebutkan pula, ratusan warga dari 68 KK itu berhasil menyelamatkan diri, tetapi ada tiga warga yang tidak selamat karena tewas terhimpit bangunan.
Jalan utama menuju wilayah itu juga terputus, sehingga warga harus berjalan kaki atau memanfaatkan jalur alternatif agar dapat ke luar dari desa.
Baca juga: Pengungsi anak-anak Desa Lolu butuh perlengkapan belajar
Baca juga: Desa Jonooge Kabupatean Sigi masih terisolir
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: