Palu (ANTARA News) - Setelah mengungsi selama 12 hari anak-anak korban gempa dan likuifaksi di Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng) ingin kembali ke sekolah.

"Iya, ingin sekolah lagi, terlalu lama kita tidak belajar, bagaimana nanti kita, sudah mau ujian," kata siswa kelas 6 SD BK Jono Oge Jois Priscila (10) yang ditemui sedang bermain di tenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di lokasi pengungsian Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Boremaru, Kabupaten Sigi, Sulteng, Selasa.

Menurut Jois, dirinya dan teman-teman lainnya di kelas 6 harus mengikuti ujian pada Desember 2018 hingga Januari 2019. Dirinya khawatir jika tidak mulai belajar lagi akan kesulitan saat menjawab soal-soal ujian.

"Nanti kalau tidak lulus bagaimana?" kata Jois.

Senada dengan Jois, Owen Michael (11) siswa kelas 5 SD BK Jono Oge juga mengaku ingin kembali lagi ke sekolah. Meski dirinya mengaku masih takut dengan gempa-gempa susulan yang masih terjadi.

Persoalan lainnya, SD BK Jono Oge tempat Jois dan Owen sekolah yang memiliki total enam ruang kelas separuhnya rubuh oleh gempa. Sementara setengah bagian gedung lainnya mengalami retak-retak dan kacanya pecah.

Yang juga tidak bisa bersekolah karena bangunannya rubuh adalah Diego Maradono (6) siswa Kelas 1 SD Inpres Jono Oge.

"Saya belum lihat sekolah, tapi kata kakak hancur. Roboh sebagian, retak juga," ujar dia.

Namun, menurut Diego yang mendapat informasi dari guru olahraganya bernama Iwan, setidaknya satu bulan lagi sekolah akan kembali aktif.

Lokasi Desa Jono Oge di Kabupaten Sigi merupakan salah satu wilayah yang terparah mengalami kerusakan akibat fenomena likuifaksi. Berdasarkan perhitungan dari penginderaan jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), wilayah Jono Oge yang mengalami likuifaksi mencapai 202 hektare (ha).

Baca juga: Dapur keliling sasar pengungsi anak di Palu
Baca juga: Pengungsi anak-anak Desa Lolu butuh perlengkapan belajar