Palu (ANTARA News) - Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, membantah meninggalnya satu warga di pengungsian yang dikabarkan akibat kelaparan.

"Informasi masyarakat meninggal dunia karena kelaparan itu tidak benar, karena setelah ditelusuri yang meninggal tersebut mengidap penyakit," kata Sekretaris Kecamatan Balaesang Tanjung Ruslan saat dihubungi dari Palu, Selasa.

Penyakit yang diderita oleh korban itu sendiri, kata Ruslan, adalah asma dan maag.

"Jadi asam lambungnya naik saat itu, asmanya juga kambuh mungkin akibat gempa," ujar Ruslan.

Hingga saat ini sendiri, Ruslan mengatakan korban jiwa dalam bencana gempa di Sulawesi Tengah berjumlah dua orang yang disebabkan longsor.

Sebelumnya dikabarkan ada seorang warga korban dampak gempa dan tsunami di Desa Malei, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, meninggal dunia akibat kelaparan.

Hal itu diketahui dari salah seorang warga bernama Harjo (38) yang merupakan korban asal Desa Malei dan tetangga desa korban yang disebutkan meninggal karena kelaparan akibat kondisi memprihatikan ribuan warga korban bencana di tujuh desa Kecamatan Balaesang Tanjung, Donggala, yang tak tersentuh bantuan logistik.

Sebelum diketahui meninggal dunia, sambungnya, warga tersebut sempat turun ke kampung untuk mencari makanan. Tetapi sebagian warga di kampung yang mempunyai beras juga turut mengungsi sehingga tidak sempat membeli beras.

Kecamatan Balaesang Tanjung sendiri mengalami efek parah dari gempa di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala pada 28 September 2018 lalu dengan kekuatan 6 magnitudo yang meluluhlantakkan sebagian besar bangunan semipermanen hingga lahan perkebunan milik warga di delapan desa dan membuat akses ke tujuh desa di antaranya terputus dari Palu.