Jangan membangun trauma korban bencana
7 Oktober 2018 23:44 WIB
Relawan mengajak bermain anak-anak korban gempa dan tsunami Palu-Donggala, di kantor Dinas Sosial, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10/2018). Aktivitas tersebut merupakan salah satu bentuk terapi untuk menghilangkan rasa trauma (trauma healing) yang dialami anak-anak korban gempa dan tsunami Palu-Donggala. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye
Palu (ANTARA News) - Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto meminta semua pihak agar tidak membangun trauma para korban bencana dengan menyebar hoaks atau melalui pemberitaan media yang memvisualkan peristiwa secara berulang-ulang.
"Karena itu 'trauma healing' harus hati-hati, kalau enggak akan jadi 'trauma building'. Tolonglah kalau 'breaking news' TV ngga usah prolog memutar kembali video pada hari pertama bencana. Mau sampai kapan kita begitu, ini akan 'trauma building'," kata Yurianto di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu.
Dia mencontohkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Reni Lamajino yang sama sekali tidak mau melihat atau mendengar berita tentang bencana karena bisa membangkitkan traumanya.
Yurianto meminta media untuk membangun optimisme dan semangat dalam menyiarkan berita, bukan sebaliknya.
Kemenkes juga meminta agar tidak perlu mengangkat kesan tentang bencana pada anak kecil.
"Anak itu dunianya bermain, gembirakan dia, ajak bermain dia. Kalau kemudian dieksploitasi bagaimana tentang bencana, untuk apa kita dapatkan gambaran kesan bencana terhadap anak kecuali hanya membangkitkan trauma saja. Kecuali kalau kita mau mengeksploitasi, kesedihan kekacauan mau dieksploitasi 'monggo', tapi menurut saya ngga bijak," terang Yurianto.
Dia menegaskan bahwa tugas "trauma healing" merupakan tanggung jawab semua orang. "Semua orang bisa punya peran," kata dia.
Yurianto menjelaskan kabar bohong tentang bencana yang banyak tersebar di media sosial bisa saja tidak berpengaruh pada warga biasa. Tapi hal tersebut akan ditanggapi berbeda apabila diterima oleh masyarakat yang sebelumnya pernah mengalami kejadian saat bencana.
"Saya bangga banyak di media sosial 'Bangkit Palu Donggala', hal positif yang menyemangati, itu yang harus dipesankan. Daripada 'Pray for Palu', 'Doa untuk Palu'. Itu jadi bikin prihatin," kata dia.
Baca juga: Anak-anak Desa Lolu rentan terkena alergi
Baca juga: Aparat apresiasi ketertiban masyarakat Palu dalam mengantre
Baca juga: BNPB sarankan daerah petakan risiko likuifaksi
"Karena itu 'trauma healing' harus hati-hati, kalau enggak akan jadi 'trauma building'. Tolonglah kalau 'breaking news' TV ngga usah prolog memutar kembali video pada hari pertama bencana. Mau sampai kapan kita begitu, ini akan 'trauma building'," kata Yurianto di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu.
Dia mencontohkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Reni Lamajino yang sama sekali tidak mau melihat atau mendengar berita tentang bencana karena bisa membangkitkan traumanya.
Yurianto meminta media untuk membangun optimisme dan semangat dalam menyiarkan berita, bukan sebaliknya.
Kemenkes juga meminta agar tidak perlu mengangkat kesan tentang bencana pada anak kecil.
"Anak itu dunianya bermain, gembirakan dia, ajak bermain dia. Kalau kemudian dieksploitasi bagaimana tentang bencana, untuk apa kita dapatkan gambaran kesan bencana terhadap anak kecuali hanya membangkitkan trauma saja. Kecuali kalau kita mau mengeksploitasi, kesedihan kekacauan mau dieksploitasi 'monggo', tapi menurut saya ngga bijak," terang Yurianto.
Dia menegaskan bahwa tugas "trauma healing" merupakan tanggung jawab semua orang. "Semua orang bisa punya peran," kata dia.
Yurianto menjelaskan kabar bohong tentang bencana yang banyak tersebar di media sosial bisa saja tidak berpengaruh pada warga biasa. Tapi hal tersebut akan ditanggapi berbeda apabila diterima oleh masyarakat yang sebelumnya pernah mengalami kejadian saat bencana.
"Saya bangga banyak di media sosial 'Bangkit Palu Donggala', hal positif yang menyemangati, itu yang harus dipesankan. Daripada 'Pray for Palu', 'Doa untuk Palu'. Itu jadi bikin prihatin," kata dia.
Baca juga: Anak-anak Desa Lolu rentan terkena alergi
Baca juga: Aparat apresiasi ketertiban masyarakat Palu dalam mengantre
Baca juga: BNPB sarankan daerah petakan risiko likuifaksi
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: