Pengamat katakan Indonesia tidak perlu proteksi perikanan
7 Oktober 2018 12:20 WIB
Sejumlah pedagang mengikuti lelang ikan tongkol di Terminal Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, Minggu (29/7/2018). (ANTARA/Ampelsa)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perikanan Moh Abdi Suhufan menyatakan Indonesia tidak perlu memperkuat proteksi komoditas perikanan nasional meski gelombang proteksionisme sedang melanda sejumlah negara terkait perang dagang Amerika Serikat-China.
"Secara spesifik tidak perlu sebab transaksi perdagangan ikan kita positif," kata Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis, Minggu.
Abdi Suhufan yang juga Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) itu menuturkan bahwa ekspor perikanan lebih tinggi daripada impor.
Ia juga mengingatkan bahwa impor yang dilakukan oleh berbagai pihak di Indonesia biasanya hanya untuk sejumlah komoditas perikanan yang tidak bisa diproduksi di sini.
"Kita hanya impor terbatas untuk komoditas tertentu yang yang dibutuhkan karena tidak ada di Indonesia seperti salmon," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menginginkan pemerintah Indonesia dapat meniru kebijakan sejumlah negara maju dalam memproteksi produksi perikanannya.
"Proteksi perikanan salah satunya yang dilakukan oleh negara-negara Skandinavia, seperti Swedia, Denmark dan Norwegia," kata Abdul Halim.
Menurut dia, negara-negara tersebut membatasi produk perikanan yang masuk ke pasar dalam negeri, contohnya adalah komoditas udang yang terindikasi diproduksi dari praktek merusak lingkungan.
Ia berpendapat bahwa kontrol ketat seperti inilah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan perdagangan sektor perikanan nasional di Tanah Air.
Abdul Halim juga menyatakan bahwa gerakan proteksionisme sebenarnya juga saling terkait dengan sentimen anti-penguasaan kepentingan nasional oleh asing.
Baca juga: Menteri Rini lepas ekspor produk perikanan Perindo-Perinus
Baca juga: Rupiah melemah, pengamat: saatnya ekspor produk perikanan
"Secara spesifik tidak perlu sebab transaksi perdagangan ikan kita positif," kata Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis, Minggu.
Abdi Suhufan yang juga Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) itu menuturkan bahwa ekspor perikanan lebih tinggi daripada impor.
Ia juga mengingatkan bahwa impor yang dilakukan oleh berbagai pihak di Indonesia biasanya hanya untuk sejumlah komoditas perikanan yang tidak bisa diproduksi di sini.
"Kita hanya impor terbatas untuk komoditas tertentu yang yang dibutuhkan karena tidak ada di Indonesia seperti salmon," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menginginkan pemerintah Indonesia dapat meniru kebijakan sejumlah negara maju dalam memproteksi produksi perikanannya.
"Proteksi perikanan salah satunya yang dilakukan oleh negara-negara Skandinavia, seperti Swedia, Denmark dan Norwegia," kata Abdul Halim.
Menurut dia, negara-negara tersebut membatasi produk perikanan yang masuk ke pasar dalam negeri, contohnya adalah komoditas udang yang terindikasi diproduksi dari praktek merusak lingkungan.
Ia berpendapat bahwa kontrol ketat seperti inilah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan perdagangan sektor perikanan nasional di Tanah Air.
Abdul Halim juga menyatakan bahwa gerakan proteksionisme sebenarnya juga saling terkait dengan sentimen anti-penguasaan kepentingan nasional oleh asing.
Baca juga: Menteri Rini lepas ekspor produk perikanan Perindo-Perinus
Baca juga: Rupiah melemah, pengamat: saatnya ekspor produk perikanan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018
Tags: