Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Sebanyak 11 rumah sakit yang berada di wilayah terdampak gempa 7,4 pada skala Richter yang melanda Sulawesi Tengah sudah beroperasi kembali untuk melaksanakan tindakan medis bagi para korban luka.

"11 rumah sakit sudah beroperasi maksimal, yang belum beroperasi satu, Anutapura karena runtuh. Tapi kita bangun tenda di depan dan sementera ini belum bisa melayani tindakan," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, di Palu, Jumat.

Selain itu ada pula dua kapal rumah sakit yakni KRI dr Soeharso-990 dengan kapasitas enam kamar operasi dan kapal rumah sakit Ksatria Airlangga dengan dua kamar operasi.

KRI dr Soeharso-990 bersandar di Pelabuhan Pantoloan Palu, sementara kapal rumah sakit Ksatria Airlangga bersiaga di wilayah pesisir Donggala untuk menangani korban tsunami.

"Saya mendapatkan informasi KRI dr Soeharso--90 sudah melakukan 12 operasi, dikerjakan malam tadi dari sore sampai jam 02.00 malam baru selesai. Mereka mampu karena ada lima kamar operasinya, dokternya ada tujuh," kata Yurianto.

Sementara Puskesmas yang berada di wilayah terdampak gempa juga satu per satu mulai diberdayakan kembali karena bangunan dan sarananya tidak mengalami kerusakan.

"Kita memiliki Puskesmas cukup banyak di Sigi ada 19, di Donggala 18, di Palu ada 13. Kita melihat banyak sekali yang tidak berfungsi," kata jelas Yurianto.

Tidak berfungsinya Puskesmas itu karena tidak ada tenaga kesehatan yang siaga untuk melayani karena turut menjadi korban dan ikut mengungsi.

Yurianto mengatakan saat ini relawan tim medis yang sudah datang sebanyak 855 orang yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat, dan tenaga medis lainnya.

Dia menjabarkan fokus tim kesehatan dalam dua minggu pascabencana masih pada upaya penyelamatan nyawa dan upaya pencegahan agar tidak terjadi kecacatan.

Sedangkan target dua minggu ke depan ialah pemulihan darurat di mana fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan lokal mulai bekerja dengan kembali dengan baik.

"Tetapi tetap kita perkuat, kita tidak bisa melepaskan. Lombok sendiri sampai dengan saat ini belum bisa kita lepaskan, masih membutuhkan waktu cukup lama," kata Yurianto.