Jakarta (ANTARA News) - Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menilai konsistensi aturan penting demi menciptakan kepastian usaha bagi semua pihak.



Abdillah dalam keterangan yang diterima, Rabu, mengatakan konsistensi aturan ini terutama diterapkan pada peta jalan (roadmap) penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.



“Kami ingin meyakinkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan cukai agar konsisten dengan yang sudah diputuskan. Karena kan PMK sudah keluar. Kalau dicabut dan diperlemah, maka kalangan masyarakat sipil akan mempertanyakan," kata Abdillah.



PMK 146/2017 menyederhanakan struktur tarif cukai rokok berjumlah 10 pada 2018.



Dari 2019 sampai 2021 mendatang, tarif cukai rokok juga disederhanakan setiap tahunnya menjadi, 8, 6, dan 5 lapisan. Adapun pada 2017 lalu, tarif cukai rokok mencapai 12 lapisan.



Ia juga menambahkan revisi PMK justru akan menciptakan polemik besar di publik. “Kami tidak setuju jika ada revisi karena pemerintah sudah mengeluarkan perencanaan yang berkekuatan hukum tetap melalui peraturan menteri keuangan,” ujar Abdillah.



Menurut Abdillah, penyederhanaan tarif cukai rokok akan menutup celah bagi pabrikan besar untuk membayar tarif lebih rendah dari ketentuan golongannya. “Kalau semakin rumit, hasilnya tidak akan optimal. Untuk kebijakan publik, yang lebih sederhana yang lebih baik,” tambahnya.



Dukungan konsistensi pelaksanaan roadmap penyederhanaan tarif cukai juga disampaikan Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo.



Menurut dia, penyederhanaan tarif cukai akan meningkatkan pendapatan negara yang dapat dipakai menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.



“Dengan menyederhanakan tingkat tarif cukai rokok, Indonesia sangat mungkin terselamatkan dari masalah beban biaya kesehatan sekaligus tingginya prevalensi perokok yang merupakan calon peserta yang akan melakukan klaim kesehatan dari penyakit berat,” pungkas Prijo.