Artikel
Menangkis serangan melalui dunia maya
1 Oktober 2018 00:11 WIB
Dokumentasi - Warga membubuhkan tanda tangan saat berlangsung aksi deklarasi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 Damai oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesiadi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (25/3/2018). Aksi yang diisi dengan penggalanan tanda tangan dari masyarakat tersebut bertujuan untuk mendukung Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang damai dengan menolak segala kampanye hitam, ujaran kebencian, informasi "hoax". (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Dua hari setelah dua kubu pasangan capres-cawapres melakukan deklarasi kampanye damai di Monas, Jakarta, pekan lalu, sebuah situs berisi berita bohong skandal cawapres Sandiaga Uno dengan perempuan menodai kedamaian yang dideklarasikan itu.
Situs berisi gambar-gambar perempuan dan Sandiaga yang disunting itu berbau seks dan tidak memiliki sumber yang jelas.
Sandiaga menanggapi santai perihal situs penyebar berita bohong yang langsung diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena melanggar UU ITE itu.
"Jangan baperanlah. Saya sudah siap kok, istri saya sudah siap, semua keluarga juga," kata Sandiaga saat meninjau pasar Desa Bojongkulur di Kabupaten Bogor, Rabu (26/9).
Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin pun saat itu tidak tinggal diam menyaksikan kontestan lawan diserang berita bohong dengan meminta aparat berwenang segera menutup situs fitnah yang menyerang Sandiaga itu.
"Arahan Presiden adalah kampanye tentang program kerja dan gagasan. Dilarang keras menyerang pihak lain dengan SARA dan fitnah," ucap anggota Gugus Informasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Ridlwan Habib.
Penggunaan internet dan media sosial untuk kampanye negatif salah satu pasangan calon bukanlah hal yang baru dalam kontestasi politik di Indonesia. Bahkan dalam Pemilu 2014, perseteruan di jagat maya lebih panas daripada di dunia nyata.
Hal tersebut masih terjadi dalam Pilkada DKI pada 2017, oknum kampanye hitam antarkubu dengan hoaks di media sosial tidak berhenti balas membalas.
Apalagi didukung kurangnya literasi digital masyarakat Indonesia yang dengan mudah membagikan informasi masuk tanpa mengecek sebelum membagikannya, hoaks melalui internet dan media sosial bak jamur di musim hujan.
Antisipasi Pemilu 2019
Pemerintah bukannya tidak menyadari ancaman hoaks dalam gelaran pesta demokrasi pada 2019, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto usai menggelar rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan di daerah melalui video conference di Kantor Mabes Polri pada Senin (24/9) mengingatkan perkembangan sosial media dalam rangkaian pemilu jangan menjadi ajang kampanye negatif.
"Sosial media jangan dijadikan ajang kampanye negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, fitnah," kata dia.
Ia mengingatkan kampanye negatif di media sosial harus dihindari sehingga pemilu dapat berlangsung kondusif, meski suhu politik memanas tidak terhindarkan.
Praktik demokrasi sebaiknya berjalan dengan kegembiraan dalam bingkai aturan yang berlaku, termasuk tidak menggunakan kampanye negatif yang menyinggung suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).
“Perbedaan SARA dalam kehidupan sosial jangan dijadikan instrumen kampanye, itu harus dihindari agar persatuan dan kesatuan bangsa masih dapat dijaga sebaik-baiknya,” ujar Wiranto.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan jajarannya akan menindak tegas pelaku kampanye hitam dan Direktorat Tindak Pidana Kejahatan Siber Polri tidak lelah memantau media sosial.
"Kampanye hitam, kampanye-kampanye yang tidak benar, mengandung unsur pidana, kami akan tindak tegas," tutur Tito Karnavian.
Ia pun mengusulkan agar deklarasi kampanye damai seperti yang berlangsung di Monas diperbanyak untuk meminimalkan gangguan keamanan selama masa kampanye Pemilu 2019 yang berlangsung selama tujuh bulan.
"Lakukan langkah pencegahan misalnya dengan membuat deklarasi damai sebanyak-banyaknya sampai ke desa-desa untuk menjadi cooling system, kebersamaan kita harus diangkat," kata Tito.
Hulu dan hilir
Kominfo selain bertindak di hilir dengan pemblokiran situs bermuatan hoaks, juga menekankan pentingnya literasi digital kepada masyarakat di hulu untuk pencegahan penyebaran berita bohong.
Memasuki masa kampanye yang memiliki kerawanan hoaks lebih besar, Kominfo akan membagikan informasi tentang konten yang berisi berita bohong secara mingguan melalui laman resmi kementerian tersebut.
"Nanti akan diumumkan oleh Kominfo setiap minggu secara berkala kalau ini hoaks atau yang ini tidak, di laman resmi Kominfo," tutur Menkominfo Rudiantara di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (26/9).
Penyisiran hoaks dilakukan dengan mengandalkan kemampuan mesin pencari khusus milik Kominfo atau biasa disebut mesin Ais serta tim khusus yang berjumlah 70 orang yang bertugas untuk memverifikasi beragam konten yang terjaring mesin Ais.
Masyarakat dapat mengecek kebenaran informasi yang diterimanya melalui situs besutan Kominfo yakni stophoax.id atau Anti-hoax Search Engine buatan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) via alamat www.turnbackhoax.id.
Hal tersebut diperkirakan akan mulai dilakukan bulan depan, ia mengatakan secepatnya agar masyarakat tidak menjadi korban hoaks.
Frekuensinya pun akan ditingkatkan dari mulai seminggu sekali menjadi beberapa hari sekali hingga diharapkan dapat setiap hari.
Kominfo tidak hanya akan memberi cap suatu konten merupakan hoaks, melainkan juga memberitahukan informasi yang benar agar masyarakat tercerahkan.
Rudiantara juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan hoaks dengan mengenali ciri-ciri hoaks, di antaranya mengatasnamakan golongan tertentu dan mengajak untuk memviralkan.
"Kalau isinya tidak benar, apa mau fitnah ramai-ramai? Kepada emak-emak jangan buang-buang pulsa," ujar Menkominfo berkelakar.
Apabila menemukan konten hoaks di media sosial, masyarakat juga dapat melaporkan konten tersebut langsung kepada platform media sosial melalui pilihan yang disediakan atau dapat juga kepada Kominfo yang selanjutnya akan meneruskan kepada platform.
Rudiantara menuturkan pihaknya akan memastikan platform media sosial turut memikul tanggung jawab dan tidak melakukan pembiaran penggunanya menyebarkan hoaks.
"Jangan hanya masyarakat yang disalahkan kalau ada hoaks. Platformnya kalau melakukan pembiaran harus bertanggung jawab," kata dia.
Pihaknya masih menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mengatur penalti untuk platform yang melakukan pembiaran.
Pada akhirnya, ia berharap mengguyur masyarakat dengan informasi yang lebih baik melawan hoaks yang masih banyak berseliweran di jagad maya. Selain itu, bukankah masyarakat Indonesia seharusnya kini sudah jauh lebih pintar dalam memilah informasi?
Baca juga: Wartawan dukung pemilu damai tanpa hoaks
Baca juga: Wartawan dukung pemilu damai tanpa hoaks
Situs berisi gambar-gambar perempuan dan Sandiaga yang disunting itu berbau seks dan tidak memiliki sumber yang jelas.
Sandiaga menanggapi santai perihal situs penyebar berita bohong yang langsung diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena melanggar UU ITE itu.
"Jangan baperanlah. Saya sudah siap kok, istri saya sudah siap, semua keluarga juga," kata Sandiaga saat meninjau pasar Desa Bojongkulur di Kabupaten Bogor, Rabu (26/9).
Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin pun saat itu tidak tinggal diam menyaksikan kontestan lawan diserang berita bohong dengan meminta aparat berwenang segera menutup situs fitnah yang menyerang Sandiaga itu.
"Arahan Presiden adalah kampanye tentang program kerja dan gagasan. Dilarang keras menyerang pihak lain dengan SARA dan fitnah," ucap anggota Gugus Informasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Ridlwan Habib.
Penggunaan internet dan media sosial untuk kampanye negatif salah satu pasangan calon bukanlah hal yang baru dalam kontestasi politik di Indonesia. Bahkan dalam Pemilu 2014, perseteruan di jagat maya lebih panas daripada di dunia nyata.
Hal tersebut masih terjadi dalam Pilkada DKI pada 2017, oknum kampanye hitam antarkubu dengan hoaks di media sosial tidak berhenti balas membalas.
Apalagi didukung kurangnya literasi digital masyarakat Indonesia yang dengan mudah membagikan informasi masuk tanpa mengecek sebelum membagikannya, hoaks melalui internet dan media sosial bak jamur di musim hujan.
Antisipasi Pemilu 2019
Pemerintah bukannya tidak menyadari ancaman hoaks dalam gelaran pesta demokrasi pada 2019, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto usai menggelar rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan di daerah melalui video conference di Kantor Mabes Polri pada Senin (24/9) mengingatkan perkembangan sosial media dalam rangkaian pemilu jangan menjadi ajang kampanye negatif.
"Sosial media jangan dijadikan ajang kampanye negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, fitnah," kata dia.
Ia mengingatkan kampanye negatif di media sosial harus dihindari sehingga pemilu dapat berlangsung kondusif, meski suhu politik memanas tidak terhindarkan.
Praktik demokrasi sebaiknya berjalan dengan kegembiraan dalam bingkai aturan yang berlaku, termasuk tidak menggunakan kampanye negatif yang menyinggung suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).
“Perbedaan SARA dalam kehidupan sosial jangan dijadikan instrumen kampanye, itu harus dihindari agar persatuan dan kesatuan bangsa masih dapat dijaga sebaik-baiknya,” ujar Wiranto.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan jajarannya akan menindak tegas pelaku kampanye hitam dan Direktorat Tindak Pidana Kejahatan Siber Polri tidak lelah memantau media sosial.
"Kampanye hitam, kampanye-kampanye yang tidak benar, mengandung unsur pidana, kami akan tindak tegas," tutur Tito Karnavian.
Ia pun mengusulkan agar deklarasi kampanye damai seperti yang berlangsung di Monas diperbanyak untuk meminimalkan gangguan keamanan selama masa kampanye Pemilu 2019 yang berlangsung selama tujuh bulan.
"Lakukan langkah pencegahan misalnya dengan membuat deklarasi damai sebanyak-banyaknya sampai ke desa-desa untuk menjadi cooling system, kebersamaan kita harus diangkat," kata Tito.
Hulu dan hilir
Kominfo selain bertindak di hilir dengan pemblokiran situs bermuatan hoaks, juga menekankan pentingnya literasi digital kepada masyarakat di hulu untuk pencegahan penyebaran berita bohong.
Memasuki masa kampanye yang memiliki kerawanan hoaks lebih besar, Kominfo akan membagikan informasi tentang konten yang berisi berita bohong secara mingguan melalui laman resmi kementerian tersebut.
"Nanti akan diumumkan oleh Kominfo setiap minggu secara berkala kalau ini hoaks atau yang ini tidak, di laman resmi Kominfo," tutur Menkominfo Rudiantara di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (26/9).
Penyisiran hoaks dilakukan dengan mengandalkan kemampuan mesin pencari khusus milik Kominfo atau biasa disebut mesin Ais serta tim khusus yang berjumlah 70 orang yang bertugas untuk memverifikasi beragam konten yang terjaring mesin Ais.
Masyarakat dapat mengecek kebenaran informasi yang diterimanya melalui situs besutan Kominfo yakni stophoax.id atau Anti-hoax Search Engine buatan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) via alamat www.turnbackhoax.id.
Hal tersebut diperkirakan akan mulai dilakukan bulan depan, ia mengatakan secepatnya agar masyarakat tidak menjadi korban hoaks.
Frekuensinya pun akan ditingkatkan dari mulai seminggu sekali menjadi beberapa hari sekali hingga diharapkan dapat setiap hari.
Kominfo tidak hanya akan memberi cap suatu konten merupakan hoaks, melainkan juga memberitahukan informasi yang benar agar masyarakat tercerahkan.
Rudiantara juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan hoaks dengan mengenali ciri-ciri hoaks, di antaranya mengatasnamakan golongan tertentu dan mengajak untuk memviralkan.
"Kalau isinya tidak benar, apa mau fitnah ramai-ramai? Kepada emak-emak jangan buang-buang pulsa," ujar Menkominfo berkelakar.
Apabila menemukan konten hoaks di media sosial, masyarakat juga dapat melaporkan konten tersebut langsung kepada platform media sosial melalui pilihan yang disediakan atau dapat juga kepada Kominfo yang selanjutnya akan meneruskan kepada platform.
Rudiantara menuturkan pihaknya akan memastikan platform media sosial turut memikul tanggung jawab dan tidak melakukan pembiaran penggunanya menyebarkan hoaks.
"Jangan hanya masyarakat yang disalahkan kalau ada hoaks. Platformnya kalau melakukan pembiaran harus bertanggung jawab," kata dia.
Pihaknya masih menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mengatur penalti untuk platform yang melakukan pembiaran.
Pada akhirnya, ia berharap mengguyur masyarakat dengan informasi yang lebih baik melawan hoaks yang masih banyak berseliweran di jagad maya. Selain itu, bukankah masyarakat Indonesia seharusnya kini sudah jauh lebih pintar dalam memilah informasi?
Baca juga: Wartawan dukung pemilu damai tanpa hoaks
Baca juga: Wartawan dukung pemilu damai tanpa hoaks
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: