Beijing (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Yunnan, China, melaporkan 11.321 warga asing yang tinggal di wilayah barat daya China itu terjangkit HIV/AIDS.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (CDCP) Provinsi Yunnan menyebutkan jumlah warga asing itu sama dengan 56 persen dari total jumlah warga China yang mengidap virus menular tersebut.

Di antara orang asing yang mengidap HIV adalah mereka yang terlibat pernikahan campuran, demikian keterangan pejabat senior CDCP Provinsi Yunnan, Jia Minhong, saat berbicara dalam Konverensi Nasional ke-5 HIV/AIDS di Kunming, Provinsi Yunnan, Jumat (28/9).

CDCP Yunnan dalam surveinya juga mengungkapkan bahwa 151 orang asing dengan HIV/AIDS (ODHA) tinggal di Ruili, salah satu kota kecil yang berbatasan langsung dengan Myanmar, sejak 2013. Dari jumlah itu, 40 persen memasuki wilayah daratan Tiongkok secara tidak sah sebagaimana laporan media resmi China, Sabtu.

Yunnan memiliki 4.060 kilometer garis batas dengan Myanmar, Vietnam, dan Laos. Provinsi tersebut juga dekat dengan produsen obat-obatan terlarang di wilayah Segitiga Emas.

ODHA pertama di Yunnan ditemukan pada 1987 dan teridentifikasi sebagai seorang wisatawan asing, demikian keterangan Wakil Direktur Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Provinsi Yunnan Lu Lin.

"ODHA asing juga berpotensi mengancam warga China karena 30 persen dari orang asing itu melakukan hubungan seksual dengan warga China tanpa menggunakan kondom," kata Jia.

Kelompok berisiko tinggi terkena HIV/AIDS lainnya adalah pernikahan campuran di Yunnan. Sekitar 160 ribu orang di Yunnan melakukan pernikahan campuran, sebanyak 76 persen di antaranya perempuan Myanmar menikah dengan pria Yunnan.

Jia dalam penelitian CDCP Yunnan terhadap kelompok berisiko tinggi itu menemukan bahwa 70 persen pasangan nikah campuran tidak terdaftar dalam kantor catatan sipil setempat dan 43 persen melakukan perkawinan lebih dari satu kali.

Otoritas kesehatan di Yunnan setiap tahun melakukan tes HIV kepada 200 ribu warga asing dan memberikan pelatihan kepada 1.300 petugas kesehatan negara tetangga.

"Namun karena keterbatasan bahasa dan kurangnya dukungan kebijakan, dana, dan mobilitas, maka menyulitkan kami dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA asing. Kami minta kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasan di perbatasan," kata Jia.