Bengkulu (ANTARA News) - Pusat Penelitian Konservasi Keanekaragaman Hayati (PPKKH) Universitas Bengkulu menyebutkan, populasi kura-kura Sumatera saat ini dalam fase kritis akibat dampak eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam di wilayah itu.

"Tingkat perkembangbiakan yang rendah ditambah penyempitan hutan tropis menyebabkan populasi kura-kura Sumatera menurun, bahkan beberapa spesies ada yang terancam punah," kata Direktur Pusat Penelitian Konservasi Keanekaragaman Hayati Universitas Bengkulu, Aceng Riyani di Bengkulu, Jumat.

Ia menjelaskan dari 33 subspesies kura-kura yang ada di Indonesia, 16 di antaranya terdapat di Pulau Sumatera dengan tingkat penyebaran populasi merata di setiap provinsi.

Keberadaan satwa ini mulai langka dan sulit ditemukan di alam bebas karena habitat mereka telah berubah fungsi.

Selain faktor alih fungsi habitat, tambah dia perburuan liar kura-kura untuk dijadikan hewan piaraan dan sumber protein hewani bagi masyarakat lokal turut mengancam kelestarian satwa tersebut dari hutan tropis di Sumatera.

"Dahulu saat kami melakukan observasi ke Kabupaten Mukomuko, kami masih menemukan beberapa spesies kura-kura di sana, namun sekarang sudah tidak ada lagi," ungkapnya.

Aceng menyerukan perlunya upaya serius semua pihak untuk menyelamatkan populasi kura-kura Sumatera agar tidak punah, salah satunya melalui pembangunan konservasi eks-situ di luar lokasi habitat aslinya.

"Kini sudah terdapat lima lokasi konservasi eks-situ untuk mengembangbiakkan lima spesies kura-kura Sumatera, serta Turtle Learning Center (TCC) sebagai pusat pembelajaran kura-kura bagi masyarakat umum," tambahnya.

Adapun kelima spesies yang ada di konservasi ini antara lain kura-kura matahari, kura-kura sawah, kura-kura daun, kura-kura pipih putih, dan kura-kura baning cokelat. Perkembangan populasi satwa ini bisa meningkat jika aksi perburuan dan perambahan hutan dihentikan.

Baca juga: Akankah kita kehilangan kura-kura?
Baca juga: Kalsel punya kura-kura paling terancam di dunia