Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat ekonomi energi Komaidi Notonegoro mengatakan penggantian solar menjadi biodiesel sebagai bahan bakar PLN bisa berpotensi membebankan anggaran perusahaan listrik tersebut.

"Kalau tujuannya menekan impor BBM, itu bagus dan layak menggunakan biodiesel, namun perlu diingat ada juga malah berpotensi membangkak anggaran keuangan PLN," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro kepada Antara News di Jakarta, Kamis.

Dalam perbincangannya kepada Antara, ia menyebutkan biodiesel dapat menjadikan harga lebih mahal dari solar apabila ternyata campurannya sulit didapat. Sebab, apabila campuran biodiesel langka di pasaran bisa jadi harga malah menjadi lebih mahal.

Selain itu, pertimbangannya adalah PLN sudah terbebankan dengan anggaran proyek 35.000 MW yang hingga saat ini pembangkitnya masih mengandalkan mesin diesel yang berbahan bakar solar.

"Campuran itu, saya kira menjadi efisien ketika harganya bisa menghemat di bawah solar, namun saya detail ketersediaan biodiesel juga belum memantau dipasaran, tapi saya kira hal tersebut merupakan terobosan bagus jika efisien," katanya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta PT PLN (Persero) mengganti penggunaan sebagian solar untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan biodiesel, sebagai upaya menekan impor solar, mengingat masih ada PLTD dengan total kapasitas sekitar 2.000 MW.

Sedangkan, PT Pertamina (Persero) mengaku masih mengalami kekurangan pasokan bahan baku biodiesel yakni fatty acid methyl ester (FAME). Dari 112 terminal BBM, baru 69 terminal yang sudah menerima pasokan FAME.

Sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.

Baca juga: Pertamina mengaku kekurangan pasokan campuran B20
Baca juga: Harga sawit sedang turun, program biodiesel diminta terealisasi dengan tepat