Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian Indonesia fleksibel dan cukup memiliki daya tahan untuk meredam perubahan eksternal tanpa harus menyebabkan kegiatan ekonomi berubah drastis.

"Namun absorbsi dari perubahan itu akan terjadi, dan oleh karena itu konsistensi dari kebijakan sektor fiskal, moneter, dan riil dianggap sebagai sinyal positif dan kami akan terus lakukan itu," kata Sri Mulyani ditemui usai Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III Kementerian Pariwisata di Jakarta, Kamis.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan pemerintah dan otoritas terkait telah melakukan tindakan-tindakan yang konsisten untuk memberikan sinyal pada pelaku ekonomi.

Menkeu sudah berkomunikasi dengan pelaku ekonomi bahwa perubahan kebijakan moneter dari Bank Sentral AS akan terjadi. Komunikasi juga dilakukan kepada para pelaku perekonomian mengenai APBN yang sehat.

"Sampai pertengahan September 2018, keseimbangan primer positif atau surplus. Kalau perubahan di luar perekonomian itu bukan kita yang mengontrol," ujar Sri Mulyani.

Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), Rabu (26/9), menaikkan suku bunga jangka pendeknya sebesar 25 basis poin dan merupakan kenaikan suku bunga ketiga tahun ini.

Ketika saham-saham di Wall Street turun pasca-pengumuman resmi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, dibuka menguat 14,68 poin atau 0,25 persen menjadi 5.887,95.

Sementara kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi hanya melemah sebesar 17 poin menjadi Rp14.908 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.891 per dolar AS.

Baca juga: Menkeu: Pemerintah lakukan penyesuaian seiring kenaikan bunga The Fed
Baca juga: Bappenas: Indonesia fokus perbaiki defisit di tengah kenaikan The Fed