Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan peningkatan jumlah pasukan penjaga perdamaian perempuan di PBB dalam misi di negara konflik atau pasca-konflik menjadi isu deklarasi politik terkait pasukan perdamaian.

Saat ini jumlah pasukan perdamaian perempuan masih sangat sedikit, sekitar tiga persen dari total pasukan yang ada, kata Menlu Retno LP Marsudi di New York, Senin, kepada wartawan saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sementara korban dari setiap konflik dan pasca-konflik sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

“Secara tradisi mereka (perempuan korban konflik) lebih nyaman berhubungan dengan perempuan,” katanya.

Dalam pertemuan para Menlu Perempuan yang digelar di Montreal, Kanada, beberapa waktu lalu, juga menginginkan peningkatan jumlah pasukan perdamaian perempuan di PBB.

Peningkatan peran pasukan perempuan tersebut menjadi salah satu tema untuk deklarasi politik dalam KTT Perdamaian Dunia yang digelar PBB guna memperingati ulang tahun ke-100 Nelson Mandela, kata Menlu.

Sementara itu Menlu Retno juga menyoroti menguatnya ekslusifime dan ultra nasionalisme yang menjadi tantangan baru PBB dalam menciptakan perdamaian dan keadilan.

Tanpa keadilan bagi seluruh masyarakat bangsa-bangsa maka sulit untuk menciptakan perdamaian. Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan oleh seluruh negara.

“Ini tantangan yang dihadapi oleh PBB sehingga PBB khusus mendedikasikan tahun ini untuk global leadership, kita tidak bisa menciptakan perdamaian dari leadership satu dua negara, itu perlu satu global leadership,” katanya.

Baca juga: Presiden: Indonesia dipercaya dorong perdamaian dunia

Baca juga: Presiden lepas pasukan perdamaian Indonesia ke Kongo-Lebanon