Jambi, (ANTARA News) - Ratusan petani Jambi yang tergabung Dalam Aliansi Petani Jambi Berdaulat menuntut terwujudnya keadilan agraria dan ekonomi kerakyatan serta menghentikan eksploitasi sumber daya alam.

Pernyataan sikap itu disampaikan ratusan petani dalam aksi unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional di depan gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin.

Kordinator Aksi, Abdullah, mengatakan bulan September merupakan bulan bersejarah bagi gerakan perlawanan kaum tani di Indonesia. Pasalnya, terhitung 58 tahun silam, pemerintahan Soekarno menetapkan tanggal 24 September sebagi peringatan Hari Tani Nasional.

Abdullah mengatakan hingga kini kaum tani di Indonesia banyak yang memiliki nasib yang sama, yakni perampasan tanah untuk kepentingan investasi yang telah difasilitasi oleh negara melalui skema perizinan industri.

"Situasi ini kemudian tidak hanya berdampak pada kehilangan tanah namun telah menjadi penyebab utama dari terjadinya konflik dan penghancuran sumber daya alam," kata Abdullah.

Selain itu, perampasan tanah di wilayah produktif rakyat yang dilakukan oleh kelompok industri juga menjadi satu penyebab semakin menurunnya jumlah petani.

"Dalam data sensus pertanian Indonesia di tahun 2013, menunjukan rumah tangga pertanian di Indonesia mencapai 26,13 juta yang berarti telah terjadi penurunan sebesar lima juta rumah tangga pertanian, dibandingkan dengan hasil sensus pertanian tahun 2003," katanya menjelaskan.

Di Jambi, penguasaan tanah oleh kelompok industri diwujudkan dengan merebaknya izin-izin konsesi industri, baik industri perkebunan kelapa sawit, industri pertambangan maupun hutan tanaman industri (HTI), dimana seluas 884 ribu hektare lebih sudah menjadi izin hutan tanaman industri, izin perkebunan sawit mencapai 1,2 juta hektare dan izin pertambangan seluas 735 ribu hektare lebih.

Penguasaan tanah di Provinsi Jambi oleh kelompok industri, kata Abdullah, juga menyebabkan konflik agraria, kerusakan lingkungan dan efek sampingnya.

Selain dua hal tersebut, penguasaan tanah oleh industri juga bersamaan dengan turunnya nilai harga komoditi pertanian rakyat yang menambah penderitaan petani.

Abdullah mengatakan aksi yang dilakukan melibatkan organisasi-organisasi tani di Jambi, mahasiswa, kelompok seni dan para petani dari 30 desa di lima kabupaten di Jambi yakni Tebo, Batanghari, Muarojambi, Tanjungjabung Timur dan Tanjungjabung yang sedang mengalami konflik agraria.

"Tentunya masalahnya sama yaitu mengalami ketidakadilan atas sumber-sumber agraria sehingga menjadi penting bagi Pemprov Jambi untuk segera melaksanakan reforma agraria," kata Abdullah.

Hari Tani Nasional 2018 ini bisa menjadi momentum Pemprov Jambi membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang langsung diketuai oleh Gubernur Jambi dengan melibatkan serikat tani, NGO, mahasiswa dan petani untuk mempercepat reforma agraria di Jambi khusus di lokasi-lokasi yang berkonflik.

"Tuntutan tersebut juga dimaksudkan untuk mendesak Pemprov Jambi melaksanakan agenda penyelesaian konflik agraria, pemulihan harga-harga jual komoditi petani dan mengembalikan lingkungan yang sudah rusak akibat eksploitasi yang dilakukan industri," katanya.

Setelah berorasi di depan gedung DPRD, perwakilan petani dipersilahkan memasuki gedung dewan dan beraudensi dengan anggota DPRD.*

Baca juga: Upah buruh tani nasional naik jadi Rp51.598 per hari

Baca juga: Ratusan petani berdemo tolak penambangan batubara