Ketiga kapal yang terdiri dari JS Kaga (DDH-184), JS Suzutsuki (DD-117), dan JS Inazuma (DD-105) menjalani pelayaran bertajuk Indo Southeast Asia Deployment 2018(ISEAD18) Asia Pasifik selama dua bulan hingga akhir Oktober.
Sebelum berlabuh di Tanjung Priok, ketiganya terlebih dulu menyambangi Subic, Filipina pada 1-7 September, serta sejumlah negara lain di kawasan seperti India, Singapura, dan Srilanka
Dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia ini, Komandan Grup Pengawal 4 Laksamana Muda Tatsuya Fukuda menyampaikan apresiasinya atas penerimaan kunjungan armadanya.
Di Indonesia, armada yang diawaki sekitar 800 personel ini akan melakukan kegiatan open ship, pertukaran budaya, olahraga bersama, dan latihan bersama dengan TNI Angkatan Laut.
Melalui latihan bersama dengan TNI, diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antar kedua angkatan laut serta memperdalam hubungan bilateral antara Jepang dan Indonesia, katanya.
Sementara itu, Komandan Lantamal 3 Laksamana Pertama Denih Hendrata saat menyambut Laksamana Muda Fukuda beserta awak kapalnya mengatakan hal serupa.
Menurut dia, kunjungan AL Jepang sangat penting untuk meningkatkan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang.
Dia pun berharap semoga kunjungan Grup Pengawal 4 di Indonesia dapat meninggalkan kesan positif bagi mereka.
Baca juga: 3 Kapal Perang Jepang berlabuh di Tanjung Priok
Senior dan Junior
Armada tersebut terdiri dari kapal perang yang masih berusia muda, seperti Inazuma yang masuk penugasan pada tahun 2000, Suzutsuki tahun 2014, dan yang paling muda adalah Kaga yang diresmikan tahun 2015 dan masuk penugasan pada Maret 2017.
Kaga, meski dilabeli dengan "DDH" atau Perusak Helikopter, tapi uniknya secara fisik kapal ini bisa dikategorikan sebagai kapal induk ringan karena memiliki landasan pacu untuk meluncurkan helikopter atau jet tempur.
Fitur tersebut jelas berbeda dengan kedua pengawalnya yang berkode "DD" alias kapal perang tipe perusak murni yang dibekali persenjataan khas untuk kapal di tipe destroyer seperti kanon, peluru kendali permukaan-udara/darat, dan torpedo.
Kaga, yang namanya diambil dari salah satu provinsi di Jepang pada masa lalu, lebih berfungsi sebagai markas terapung bagi pesawat udara untuk melancarkan serangan.
Meski kini Kaga diperuntukkan untuk memboyong rotary wing aircraft atau helikopter, namun diperkirakan perannya ke depan akan meningkat dengan penambahan unit fixed wing aircraft atau pesawat bersayap tetap, baik jet tempur maupun pesawat propeler.
Sebetulnya penamaan Kaga pada kapal induk milik Jepang bukanlah yang pertama, karena lebih dari 70 tahun lalu armada AL Jepang juga pernah memiliki kapal bernama sama dan fungsi yang sama pula.
Namun penamaan kapal perang Jepang pascaperang, menggunakan nomenklatur Japanese Ship (JS), sementara pada masa lalu memakai Imperial Japanese Navy (IJN).
Yang menarik, baik Kaga junior dan senior pernah menyambangi Indonesia, tepatnya ke Pulau Jawa.
Jika kali ini JS Kaga membawa misi perdamaian dan kerja sama, kunjungan IJN Kaga di masa lampau merupakan misi perang.
Pada bulan Maret tahun 1942, IJN Kaga menjalani misi dukungan untuk menginvasi Pulau Jawa dan bersiaga di perairan sekitar Cilacap Jawa Tengah.
Di posisi tersebut, Kaga mengerahkan pesawat tempur dan pembomnya untuk menyerang kapal-kapal milik Belanda yang berlabuh di sana, yang kebanyakan merupakan kapal kargo.
Melalui serangan yang dilancarkan 27 pembom dan sembilan pesawat tempur dari IJN Kaga, Jepang berhasil menenggelamkan delapan kapal kargo Belanda, pertahanan udara, dan sebuah gudang perlengkapan.
Karir IJN Kaga berakhir di dasar laut pada pertempuran Midway yang termahsyur, kala gugus tempur AL Jepang pimpinan Laksamana Isoroku Yamamoto harus menelan kekalahan getir saat berusaha menginvasi kepulauan Midway di Samudera Pasifik pada Juni 1942.
Tidak hanya Kaga yang bereinkarnasi, kedua kapal pengawalnya yaitu JS Suzutsuki dan JS Inazuma juga memiliki pendahulu yang terlibat di medan Pasifik Perang Dunia II.
Kapal tipe perusak IJN Inazuma juga pernah mengenyam pengalaman tempur di perairan nusantara sama seperti IJN Kaga.
Kapal yang namanya berarti "Kilat" ini menjalani operasi tempur menghadapi armada sekutu yang terdiri dari kapal perang Amerika Serikat dan Inggris dalam pertempuran Laut Jawa II pada 1 Maret 1942.
Usai mengalami kemenangan dalam pertempuran itu, IJN Inazuma pun menjalani beragam operasi tempur dan pengawalan di sekitar Indonesia.
Hingga akhirnya riwayat IJN Inazuma pun harus berakhir di perairan Utara Sulawesi karena diserang sekutu saat mengawal kapal tanker dari Manila menuju Balikpapan pada bulan Mei 1944.
Sementara IJN Suzutsuki, kiprahnya tidak terlalu menonjol dalam Perang Dunia II karena lebih banyak berperan sebagai kapal pengawal dan berakhir sebagai besi rongsokan untuk dilebur ulang.
Pengulangan Sejarah
Meski mengadopsi nama yang sama pada beberapa armada kapal perangnya, bukan berarti Jepang masih memiliki ambisi yang sama seperti masa Perang Dunia II.
Melalui kekuatan maritimnya, Jepang ingin menjalin kerja sama dan persahabatan dengan negara-negara di dunia.
Selain itu, secara de facto Jepang tidak lagi memiliki kekuatan militer karena dalam konstitusinya hanya diizinkan memiliki elemen pertahanan atau yang kini dikenal sebagai Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF).
Meski anggaran pertahanannya tidak lebih dari satu persen dari GDP, namun Jepang secara teknis memiliki kemampuan pengembangan yang sangat tinggi karena mampu memproduksi alutsistanya secara mandiri maupun lisensi dari AS.
Namun permasalahannya ialah pada sumber daya manusia Jepang yang mengalami penurunan angka penduduk muda.
Menurut Pakar Wilayah Asia Timur Jurusan Hubungan Internasional UGM Siti Daulah Khoiriati, kondisi tersebut juga berdampak pada kemampuan Jepang dalam menyusun pertahanannya.
Angka penduduk muda yang tidak mengalami peningkatan signifikan dan keengganan mereka untuk terlibat dalam urusan pertahanan, membuat Jepang kesulitan untuk mengembangkan militer.
Banyak pemuda di Jepang yang lebih fokus pada urusan ekonomi atau bisnis ketimbang mengurusi politik atau pertahanan, katanya.
Oleh karenanya, kekhawatiran akan pengulangan sejarah masa lampau rasanya perlu dikesampingkan, mengingat situasi keamanan di sekitar Jepang lebih menuntut negara tersebut untuk memperkuat pertahanan dalam negeri ketimbang proyeksi militer ke luar.*
Baca juga: Jepang kerahkan kapal perang perkuat pertahanan
Baca juga: Angkatan Laut Jepang angkat wanita pertama pimpin armada kapal perang