Pemerintah minta Amdal PLTA Batang Toru diperbaiki
21 September 2018 17:52 WIB
Arsip Foto. Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu (kika), Anggota Dewan Energi Nasional Sonny Keraf, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, serta Bupati Tapanuli Selatan Syahrul Pasaribu memberikan keterangan pers di sela lokakarya Kelompok Kerja Nasional Lansekap Batangtoru, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/9/2018).
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, diperbaiki.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya sudah menyurati Gubernur Sumatera Utara dan perusahaan terkait mengenai dokumen Amdal yang belum menyebutkan dampak proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut terhadap habitat orangutan.
Wiratno mengatakan KLHK sudah meminta PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) memperbaiki dokumen Amdal tersebut sehingga benar-benar bisa digunakan sebagai pedoman di lapangan.
"Dulu mereka sebenarnya sudah minta ahli orangutan melakukan survei, tapi entah kenapa laporannya tidak masuk di dokumen Amdal. Jadi sekarang kita belum tahu menangani orangutannya akan seperti apa," ujar Wiratno.
Wiratno mengatakan bahwa selama perbaikan dokumen Amdal dilakukan, proses pembangunan PLTA tetap dapat berjalan, tetapi harus mengikuti pedoman dari KLHK.
"Itu baru bisa disebut green business, kalau enggak ya bukan namanya".
Ia menjelaskan bahwa karena lokasi pembangunan pembangkit listrik berada di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) maka izin Amdal mestinya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dan untuk itu KLHK harus berkomunikasi dengan Gubernur.
Akademisi Universitas Sumatera Utara Jaya Arjuna mengatakan izin lingkungan PLTA Batang Toru sudah keluar berdasarkan Amdal. Pembatalan harus melalui proses pencabutan, yang hanya bisa dilakukan jika ada cacat hukum, atau kekeliruan.
Namun yang menjadi pertanyaan, menurut Jaya, izin lingkungan diterbitkan setelah kajian menunjukkan lokasi pembangkit yang merupakan pusat gempa, debit air yang minimum, hingga dampak buruk proyek terhadap kehidupan masyarakat setempat.
Ia mengatakan setidaknya sudah membaca tiga perbaikan dokumen Amdal untuk proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 Mega Watt (MW) yang pembangunannya dilakukan di Ekosistem Batang Toru yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli.
Pergerakan orangutan
KLHK, menurut Wiratno, sedang menurunkan tim untuk memantau hari per hari pergerakan Orangutan Tapanuli selama proses pembangunan PLTA.
Pada 17 September 2018, ada laporan pergerakan orangutan ke kebun masyarakat. Tim respons cepat KLHK, menurut dia, juga menemukan tiga sarang orangutan di lahan masyarakat.
"Tapi orangutan di sana itu lucu, mereka bisa tinggal di kebun-kebun masyarakat, apalagi kalau musim buah dan baru akan kembali ke hutan berakhir mereka akan pindah ke daerah tinggi lagi. Menariknya masyarakat tidak terganggu dengan adanya orangutan," kata Wiratno.
Tim sementara akan bekerja selama sebulan di lokasi pembangunan PLTA Batang Toru. Mereka akan memantau dan melaporkan setiap hari kejadian di sana.
Baca juga:
Potensi "bio-bridge" Orangutan Tapanuli terancam kehadiran PLTA
KLHK perkuat konservasi orangutan di Batang Toru
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya sudah menyurati Gubernur Sumatera Utara dan perusahaan terkait mengenai dokumen Amdal yang belum menyebutkan dampak proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut terhadap habitat orangutan.
Wiratno mengatakan KLHK sudah meminta PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) memperbaiki dokumen Amdal tersebut sehingga benar-benar bisa digunakan sebagai pedoman di lapangan.
"Dulu mereka sebenarnya sudah minta ahli orangutan melakukan survei, tapi entah kenapa laporannya tidak masuk di dokumen Amdal. Jadi sekarang kita belum tahu menangani orangutannya akan seperti apa," ujar Wiratno.
Wiratno mengatakan bahwa selama perbaikan dokumen Amdal dilakukan, proses pembangunan PLTA tetap dapat berjalan, tetapi harus mengikuti pedoman dari KLHK.
"Itu baru bisa disebut green business, kalau enggak ya bukan namanya".
Ia menjelaskan bahwa karena lokasi pembangunan pembangkit listrik berada di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) maka izin Amdal mestinya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dan untuk itu KLHK harus berkomunikasi dengan Gubernur.
Akademisi Universitas Sumatera Utara Jaya Arjuna mengatakan izin lingkungan PLTA Batang Toru sudah keluar berdasarkan Amdal. Pembatalan harus melalui proses pencabutan, yang hanya bisa dilakukan jika ada cacat hukum, atau kekeliruan.
Namun yang menjadi pertanyaan, menurut Jaya, izin lingkungan diterbitkan setelah kajian menunjukkan lokasi pembangkit yang merupakan pusat gempa, debit air yang minimum, hingga dampak buruk proyek terhadap kehidupan masyarakat setempat.
Ia mengatakan setidaknya sudah membaca tiga perbaikan dokumen Amdal untuk proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 Mega Watt (MW) yang pembangunannya dilakukan di Ekosistem Batang Toru yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli.
Pergerakan orangutan
KLHK, menurut Wiratno, sedang menurunkan tim untuk memantau hari per hari pergerakan Orangutan Tapanuli selama proses pembangunan PLTA.
Pada 17 September 2018, ada laporan pergerakan orangutan ke kebun masyarakat. Tim respons cepat KLHK, menurut dia, juga menemukan tiga sarang orangutan di lahan masyarakat.
"Tapi orangutan di sana itu lucu, mereka bisa tinggal di kebun-kebun masyarakat, apalagi kalau musim buah dan baru akan kembali ke hutan berakhir mereka akan pindah ke daerah tinggi lagi. Menariknya masyarakat tidak terganggu dengan adanya orangutan," kata Wiratno.
Tim sementara akan bekerja selama sebulan di lokasi pembangunan PLTA Batang Toru. Mereka akan memantau dan melaporkan setiap hari kejadian di sana.
Baca juga:
Potensi "bio-bridge" Orangutan Tapanuli terancam kehadiran PLTA
KLHK perkuat konservasi orangutan di Batang Toru
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: