Pertamina mengaku kekurangan pasokan campuran B20
21 September 2018 10:54 WIB
Pekerja tengah melakukan proses loading biosolar ke Kapal Plumin Satu sebagai rangkaian program implementasi B20 (biodiesel 20 persen) di TBBM Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau, (15/9/2018). ( ANTARA FOTO/M N Kanwa)
Jakarta, (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) menyatakan kekurangan pasokan FAME (Fatty Acid Methyl Eter) atau bahan campuran biodiesel 20 persen atau B20 dari Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN).
Dari 112 terminal BBM, baru 69 terminal BBM yang sudah menerima penyaluran FAME. Sementara sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
"Seluruh instalasi Pertamina sudah siap blending B20. Namun penyaluran B20 tergantung pada suplai FAME, di mana hingga saat ini suplai belum maksimal didapatkan," kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, melalui keterangan tertulis yang diterima Antaranews di Jakarta, Jumat.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Retail Pertamina, Mas'ud Khamid, menjelaskan keberhasilan Pertamina untuk mendukung program pemerintah tersebut memang sangat bergantung keberlanjutan pasokan FAME dari para produsen.
Dia mencontohkan, terminal BBM Plumpang di Jakarta sepanjang 15-20 September 2018 tidak bisa optimal memproduksi B20 karena kekurangan pasokan dari produsen FAME. Sementara di sisi lain, Pertamina tetap harus memproduksi B20 demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Pertamina punya 112 terminal BBM, kami siap semua untuk mengolahnya sepanjang pasokan ada dari mitra yang produksi FAME. Begitu FAME datang bisa langsung kami blending dan jual," tegasnya.
Mas'ud menyebutkan, total kebutuhan FAME Pertamina untuk dicampurkan ke solar subsidi dan non-subsidi yaitu sekitar 5,8 juta kiloliter per tahun. "Total konsumsi solar subsidi dan non-subsidi 29 juta kiloliter per tahun, " jelasnya.
Terkait adanya denda sebesar Rp 6.000 per liter bagi badan usaha BBM yang tidak melakukan pencampuran FAME, Mas'ud menyatakan pihaknya akan berdiskusi dengan pemerintah terkait hal ini.
"Denda ini kami dukung supaya disiplin. Tapi kalau kondisi di lapangan suplai FAME-nya tidak ada, kami juga tidak bisa mengolah dan menyalurkan B20. Jadi ini harus didiskusikan lagi dengan pemerintah," ujar dia.
Mas'ud menegaskan perseroan berkomitmen terus mendukung seluruh kebijakan pemerintah.
Pertamina berharap perluasan penggunaan B20 pada produk BBM Diesel ini dapat mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan bagi kendaraan pribadi, sekaligus dapat mengurangi impor BBM, sehingga akan berdampak pada perbaikan neraca perdagangan dan penggunaan devisa negara.
Pada dasarnya, menurut Mas'ud, PT Pertamina (Persero) mendukung kebijakan mandatory B20 yang dicanangkan pemerintah mulai 1 September 2018.
Saat ini 112 terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina telah siap mengolah minyak sawit untuk dicampur ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar guna penerapan B20 dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Baca juga: Pertamina: Kini 69 terminal BBM siap salurkan B20
Baca juga: Pertamina realisasikan 80 persen mandatori B20
Dari 112 terminal BBM, baru 69 terminal BBM yang sudah menerima penyaluran FAME. Sementara sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
"Seluruh instalasi Pertamina sudah siap blending B20. Namun penyaluran B20 tergantung pada suplai FAME, di mana hingga saat ini suplai belum maksimal didapatkan," kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, melalui keterangan tertulis yang diterima Antaranews di Jakarta, Jumat.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Retail Pertamina, Mas'ud Khamid, menjelaskan keberhasilan Pertamina untuk mendukung program pemerintah tersebut memang sangat bergantung keberlanjutan pasokan FAME dari para produsen.
Dia mencontohkan, terminal BBM Plumpang di Jakarta sepanjang 15-20 September 2018 tidak bisa optimal memproduksi B20 karena kekurangan pasokan dari produsen FAME. Sementara di sisi lain, Pertamina tetap harus memproduksi B20 demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Pertamina punya 112 terminal BBM, kami siap semua untuk mengolahnya sepanjang pasokan ada dari mitra yang produksi FAME. Begitu FAME datang bisa langsung kami blending dan jual," tegasnya.
Mas'ud menyebutkan, total kebutuhan FAME Pertamina untuk dicampurkan ke solar subsidi dan non-subsidi yaitu sekitar 5,8 juta kiloliter per tahun. "Total konsumsi solar subsidi dan non-subsidi 29 juta kiloliter per tahun, " jelasnya.
Terkait adanya denda sebesar Rp 6.000 per liter bagi badan usaha BBM yang tidak melakukan pencampuran FAME, Mas'ud menyatakan pihaknya akan berdiskusi dengan pemerintah terkait hal ini.
"Denda ini kami dukung supaya disiplin. Tapi kalau kondisi di lapangan suplai FAME-nya tidak ada, kami juga tidak bisa mengolah dan menyalurkan B20. Jadi ini harus didiskusikan lagi dengan pemerintah," ujar dia.
Mas'ud menegaskan perseroan berkomitmen terus mendukung seluruh kebijakan pemerintah.
Pertamina berharap perluasan penggunaan B20 pada produk BBM Diesel ini dapat mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan bagi kendaraan pribadi, sekaligus dapat mengurangi impor BBM, sehingga akan berdampak pada perbaikan neraca perdagangan dan penggunaan devisa negara.
Pada dasarnya, menurut Mas'ud, PT Pertamina (Persero) mendukung kebijakan mandatory B20 yang dicanangkan pemerintah mulai 1 September 2018.
Saat ini 112 terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina telah siap mengolah minyak sawit untuk dicampur ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar guna penerapan B20 dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Baca juga: Pertamina: Kini 69 terminal BBM siap salurkan B20
Baca juga: Pertamina realisasikan 80 persen mandatori B20
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: