Jakarta, (ANTARA News) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berupaya mendongkrak pembayaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dengan beberapa cara.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, BPJS Kesehatan menyebutkan kolektabilitas iuran peserta JKN-KIS secara keseluruhan mencapai 99 persen sampai dengan bulan Juni 2018.

Namun, kolektabilitas iuran peserta JKN-KIS dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri masih perlu dioptimalkan dari yang saat ini sebesar 54 persen.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan BPJS Kesehatan mengerahkan berbagai upaya untuk mendorong kolektabilitas iuran JKN-KIS tersebut.

Pertama, dengan mengoptimalkan peran Kader JKN, khususnya dalam hal pengingat dan penagihan iuran. Hingga 31 Juli 2018, terdapat 1.599 Kader JKN yang bergabung dengan BPJS Kesehatan.

“Hasilnya terbilang cukup signifikan. Dari April 2017 sampai dengan Juli 2018, Kader JKN berhasil mengumpulkan iuran sebesar Rp 37,9 miliar dari peserta JKN-KIS yang menunggak sampai dengan 31 Juli 2018,” kata Iqbal.

Upaya lainnya adalah melalui telekolekting. Sampai dengan Juni 2018, BPJS Kesehatan telah menghubungi lebih dari 1 juta peserta JKN-KIS yang menunggak dan berhasil mengumpulkan Rp33 miliar dari usaha penagihan iuran melalui telepon tersebut.

Untuk mempermudah peserta menunaikan kewajibannya membayar iuran, BPJS Kesehatan juga memperluas kanal pembayaran. Hingga akhir Juli 2018, ada lebih dari 681.389 titik pembayaran iuran JKN-KIS yang tersebar di seluruh Indonesia.

Iqbal mengatakan BPJS Kesehatan juga terus berkoordinasi dengan kementerian-lembaga dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kepatuhan publik terkait pemenuhan kewajiban untuk membayar iuran, baik dari segmen badan usaha maupun peserta perorangan.

“Langkah lainnya adalah dengan meluncurkan program angsuran Koperasi Nusantara, cicilan iuran melalui BNI, SMS blast sebagai pengingat bayar iuran, dan autodebet. Meski kami sudah membuka beragam alternatif pembayaran seluas-luasnya, namun kami juga berharap para pemangku kepentingan dan stakeholders terkait dapat turut membantu mendorong kesadaran masyarakat supaya tergerak membayar iuran JKN-KIS tepat waktu,” ujar Iqbal.

Iqbal mengakui, selain kemauan untuk membayar juga, ada faktor lain yang harus diperhatikan, seperti kondisi ekonomi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk membayar iuran JKN-KIS.

Jika secara finansial seseorang tidak lagi mampu membayar iuran, maka orang tersebut bisa diusulkan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dijamin oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah setempat.

“Bahkan perusahaan bisa berpartisipasi membantu masyarakat yang kurang mampu agar bisa menjadi peserta JKN-KIS melalui Program Donasi. Dana CSR perusahaan dapat dialokasikan untuk membiayai iuran JKN-KIS. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang menjalankan skema tersebut. Harapan kami, perusahaan lainnya dapat terinsipirasi dan ikut berkontribusi dalam Program Donasi ini,” tutur Iqbal.

Ia menambahkan, dengan membayar iuran tepat waktu dan menjaga kesehatan, maka secara langsung seorang peserta JKN-KIS telah menjadi 'pahlawan' yang menyelamatkan peserta JKN-KIS lainnya se-Indonesia yang membutuhkan biaya pelayanan kesehatan.

Baca juga: Kemenkeu berupaya kendalikan defisit keuangan BPJS Kesehatan
Baca juga: Menkeu: Sebagian defisit BPJS Kesehatan ditutup APBN