Survei INFID: ketimpangan masih tinggi
20 September 2018 19:15 WIB
Senior Officer INFID Hamong Santono menyampaikan paparan dalam konferensi pers "Bukan Sekadar Menurunkan Kemiskinan Tetapi Melawan Ketimpangan untuk Pencapaian SDGs", Jakarta, Rabu (8/8/2018). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei yang dilakukan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) menyimpulkan, selama implementasi SDGs (Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) di Indonesia, persepsi warga terhadap ketimpangan masih tinggi.
Peneliti INFID Bagus Takwin, dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis, menyebut, indeks ketimpangan meningkat dari 5,6 pada 2017 menjadi 6 pada 2018. Ini berarti warga menilai ada ketimpangan pada enam dari 10 ranah ketimpangan.
INFID secara khusus melakukan survei di tiga daerah tertinggal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulsel dan Kabupaten Dompu, NTB.
"Hasilnya persepsi warga terhadap ketimpangan di dua kabupaten tertinggal yaitu di Kabupaten Dompu, dan Kabupaten TTS lebih tinggi dari angka nasional," katanya dalam Seminar Nasional Masyarakat Sipil Indonesia untuk Jakarta, Kamis.
Bahkan warga mempersepsi ada ketimpangan di 9 ranah dari 10 ranah di TTS. Menurut Bagus, tiga sumber ketimpangan paling tinggi di tiga daerah tertinggal tersebut adalah penghasilan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan harta benda yang dimiliki.
Warga di TTS juga menilai ketimpangan gender masih tinggi (79 persen), diikuti Dompu dengan 38 persen dan Kepulauan Pangkajene yang hanya satu persen menilai ada ketimpangan gender.
Manajer Program INFID Siti Khoirun Ni’mah menambahkan, merujuk hasil survei INFID mengenai masih tingginya persepsi warga terhadap ketimpangan, dibutuhkan kerja bersama dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong penurunan ketimpangan.
"Salah satunya dengan mencapai Tujuan dan Target SDGs," katanya.
Mengatasi ketimpangan menjadi salah satu tujuan SDGs ke sepuluh dari 17 tujuan yaitu menurunkan Ketimpangan antar dan di dalam negara.
SDGs menargetkan penurunan ketimpangan melalui pertumbuhan pendapatan 40 persen penduduk termiskin lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, juga dengan menghilangkan segala bentuk kebijakan, hukum maupun peraturan perundangan yang diskriminatif.
Baca juga: Infid: Utang Indonesia Terus Meningkat
Baca juga: Pengamat apresiasi Pemerintahan Jokowi turunkan kemiskinan
Peneliti INFID Bagus Takwin, dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis, menyebut, indeks ketimpangan meningkat dari 5,6 pada 2017 menjadi 6 pada 2018. Ini berarti warga menilai ada ketimpangan pada enam dari 10 ranah ketimpangan.
INFID secara khusus melakukan survei di tiga daerah tertinggal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulsel dan Kabupaten Dompu, NTB.
"Hasilnya persepsi warga terhadap ketimpangan di dua kabupaten tertinggal yaitu di Kabupaten Dompu, dan Kabupaten TTS lebih tinggi dari angka nasional," katanya dalam Seminar Nasional Masyarakat Sipil Indonesia untuk Jakarta, Kamis.
Bahkan warga mempersepsi ada ketimpangan di 9 ranah dari 10 ranah di TTS. Menurut Bagus, tiga sumber ketimpangan paling tinggi di tiga daerah tertinggal tersebut adalah penghasilan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan harta benda yang dimiliki.
Warga di TTS juga menilai ketimpangan gender masih tinggi (79 persen), diikuti Dompu dengan 38 persen dan Kepulauan Pangkajene yang hanya satu persen menilai ada ketimpangan gender.
Manajer Program INFID Siti Khoirun Ni’mah menambahkan, merujuk hasil survei INFID mengenai masih tingginya persepsi warga terhadap ketimpangan, dibutuhkan kerja bersama dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong penurunan ketimpangan.
"Salah satunya dengan mencapai Tujuan dan Target SDGs," katanya.
Mengatasi ketimpangan menjadi salah satu tujuan SDGs ke sepuluh dari 17 tujuan yaitu menurunkan Ketimpangan antar dan di dalam negara.
SDGs menargetkan penurunan ketimpangan melalui pertumbuhan pendapatan 40 persen penduduk termiskin lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, juga dengan menghilangkan segala bentuk kebijakan, hukum maupun peraturan perundangan yang diskriminatif.
Baca juga: Infid: Utang Indonesia Terus Meningkat
Baca juga: Pengamat apresiasi Pemerintahan Jokowi turunkan kemiskinan
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: