Jakarta (ANTARA News) - Calon anggota legislatif yang akan bertarung pada Pemilu 2019 harus jujur memberitahukan kepada publik terkait riwayat hidupnya yang pernah korupsi, kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini di Jakarta, Selasa.

"Undang-undang mengatakan bahwa mantan narapidana harus terbuka dan jujur mengungkapkan dirinya sebagai mantan napi kepada publik. Jadi, harus ada pengumuman di dokumen DCT dan TPS bahwa ada caleg mantan napi korupsi," kata Titi kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Upaya pemberitahuan kepada masyarakat itu, menurut Titi, menjadi solusi tepat untuk saat ini ketika Mahkamah Agung (MA) membatalkan peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi caleg.

"Supaya pemilih kita paham dan sadar betul atas konsekuensi pilihan yang akan mereka buat pada Pemili 2019 mendatang," tambahnya.

Gelagat untuk menutupi riwayat kelam para caleg tersebut sudah terlihat melalui analisa Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang menemukan 3.531 bakal caleg di Sistem Informasi Pencalonan (Silon) tidak mengunggah data diri.

Bakal caleg tanpa data diri tercatat sebanyak 1.457 orang dan bakal caleg yang tidak mau mempublikasikan riwayat dirinya ada 2.074 orang.

Ketiadaan data diri dan latar belakang profil caleg tersebut diduga akibat adanya riwayat kasus pidana dan korupsi yang menjerat para bakal caleg, kata Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay.

"Bagi saya aneh kalau ada balon (bakal calon) yang tidak mau informasi tentang dirinya, yang sifatnya masih standar, dipublikasikan. Yang tidak mau dipublikasikan itu bisa jadi mereka ada informasi yang mau disembunyikan," ujar Hadar.

Baca juga: Bawaslu minta KPU menindaklanjuti putusan MA

Baca juga: Pukat: KPU abaikan saja putusan Bawaslu