Tujuh resolusi baru ICW
17 September 2018 18:55 WIB
Anggota tetap Dewan Perempuan Internasional (ICW) Elizabeth Newman saat memimpin proses adopsi resolusi baru ICW di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta pada Senin (17/9/2018). (Bayu Prasetyo)
Yogyakarta (ANTARA News) - Sebanyak tujuh poin resolusi baru diadopsi oleh Dewan Perempuan Internasional (ICW) saat Sidang Umum Ke-35 lembaga tersebut yang diselenggarakan di Yogyakarta.
"Kami berupaya untuk membuat peran perempuan semakin sukses di sejumlah bidang seperti politik, ekonomi dan kesra," kata Presiden ICW Jung Sook Kim kepada Antara ditemui di Hotel Grand Inna Malioboro pada Senin.
Menurut Kim, poin-poin resolusi tersebut akan disalurkan melalui rencana kerja yang diimplementasikan pada tiga tahun kedepan.
Poin pertama resolusi itu adalah mengingatkan remaja putri akan bahaya penggunaan internet" dengan mendesak pemerintah untuk berupaya memberi pendidikan dalam meningkatkan metode pembelajaran dan kualitas pendidikan melalui internet, kemudian mengajarkan para siswi untuk memanfaatkan akses internet secara bertanggungjawab.
Selain itu, ICW meminta agar remaja putri diingatkan terhadap bahaya negatif penggunaan internet, serta memberikan perlindungan kepada data pengguna.
Penguatan regulasi dan kerja sama internasional terkait perlindungan perempuan dalam menggunakan internet juga menjadi poin resolusi pertama itu.
Poin resolusi kedua yang dihasilkan adalah ICW mengajak semua dewan kawasan untuk "mendesak masing-masing pemerintah melaksanakan dan menegakkan hukuman yang efektif atas kekerasan yang terjadi kepada perempuan tua" dan memberi pelatihan kepada polisi dan petugas sosial untuk mengatasi pelecehan kepada orang tua.
Pemerintah juga diminta menyediakan dana untuk program pencegahan untuk menciptakan kesadaran dan upaya efektif dengan mengidentifikasi dan membantu korban melalui media, sekolah dan seminar-seminar.
Pendidikan untuk mewajibkan pencegahan perilaku negatif terhadap orang tua dengan mempromosikan hak dan martabat orang yang lebih tua dan melaporkan dugaan pelecehan tersebut kepada polisi atau lembaga layanan sosial juga menjadi salah satu ayat di resolusi kedua.
Penyediaan informasi, pelatihan untuk anggota keluarga dan perawat orang tua untuk mempelajari kemampuan perawatan juga perlu dilakukan.
Penelitian dan pengumpulan data atas pelecehan orang tua dari petugas sosial dan polisi dapat digunakan bagi alat pendidikan untuk pemberantasan pelecehan.
Kemudian poin resolusi ketiga ditekankan kepada perempuan migran dari kawasan Sub-Sahara Afrika untuk keadaan genting dengan mengajak dewan di kawasan untuk mendesak pemerintah memperkuat hukum pencegahan kekerasan kepada perempuan migran dan menyatukan upaya pencapaian HAM perempuan di tingkat nasional dan internasional.
Selain itu, ICW meminta peningkatan keamanan untuk mengurangi bahaya kepada perempuan migran dan meningkatkan akses kepada pelayanan umum dan infrastruktur seperti pendidikan, pelatihan dan kesehatan serta membangun kapasitas perempuan migran melalui pelatihan untuk memberdayakan mereka untuk lowongan kerja melalui kegiatan yang menghasilkan pendapatan.
Untuk resolusi keempat, ICW meminta pemerintah untuk mencakup penyembuhan kondisi psikis sebagai bagian tanggap darurat dan mendanai bidang kesehatan mental serta pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang di masyarakat pasca bencana.
Penyediaan akses prioritas pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan kejiwaan, kepada perempuan dan anak khususnya kepada fakir miskin pasca bencana besar, dan bekerja sama dengan LSM dalam membangun mekanisme dukungan sosial kepada penyintas dan pekerja darurat serta relawan pada saat pemulihan bencana juga diminta ICW dapat dilakukan.
Poin-poin dalam resolusi kelima yaitu meminta dewan di kawasan masing-masing untuk bekerja sama dengan seluruh pihak untuk memberi akses digital mengenai keterangan dan pendidikan lingkungan serta wisata alam.
Kemudian mengingatkan pemerintah untuk bertanggungjawab atas informasi lingkungan dan pendidikan untuk mencegah pelarangan keterangan ditingkat nasional dan global serta mempromosikan pendirian pendidikan ekologi bagi perempuan untuk mengambil keputusan yang ramah lingkungan.
Selain itu, ICW mendesak upaya pencapaian universal pada tingkat pendidikan tinggi dan pengetahuan mengenai perlindungan lingkungan alam dengan memfasilitasi pendidikan ramah lingkungan yang inklusif kepada perempuan.
Kemudian resolusi keenam yang disepakati adalah ICW mendesak semua dewan nasional untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat mengenai isu yang terkait air bersih.
ICW juga meminta perempuan untuk terlibat sebagai politisi dan pengambil kebijakan baik di tingkat lokal dan regional mengenai akses dan ketersediaan air bersih dan terlibat dalam perencanaan masyarakat sebagai perempuan ahli di bidang perlindungan sumber air bersih.
Perempuan juga diminta terlibat pada semua tingkat pengambilan keputusan dalam keadaan darurat, dan upaya penanggulangan serta proses rekonstruksi untuk memastikan kebutuhan khusus perempuan kepada air bersih termasuk ke dalam rencana strategis nasional dan internasional.
ICW juga meminta dewan nasional memastikan dunia bisnis bertanggungjawab dalam pengurangan polusi dan pencemaran air.
Pada poin resolusi ketujuh ICW mengajak para perempuan anggota dewan untuk melakukan tindakan seperti bekerja sama dengan institusi nasional dalam mencegah dan memberantas segala bentuk pelecehan dan kekerasan kepada perempuan sebagai elemen inti kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita.
Perempuan juga diharapakan memastikan keamanan di tempat kerja dengan upaya yang mendukung penciptaan ruang kerja yang aman dari pelecehan seksual dan meminta pemilik perusahaan untuk membuat kebijakan yang efektif memperkecil pelecehan seksual.
Pemerintah kota juga diharapkan dapat menegakkan hukum atas tindak pelecehan seksual dan mendukung perempuan untuk melakukan pelaporan atas kejadian kriminal itu serta menciptakan masyarakat yang bebas pelecehan melalui program pendidikan pada usia dini mengenai HAM
dan kesetaraan gender.
Dewan Perempuan Internasional juga harus mengenalkan pemahaman publik untuk tidak mentoleransi kekerasan seksual dan menciptakan mekanisme untuk mendukung perubahan mental dan sikap para pelaku kejahatan seksual.
Demikian tujuh resolusi beserta poin-poin yang dicapai dalam Sidang Umum Ke-35 ICW yang dilaksanakan di Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta pada 13-19 September 2019.
Kowani menjadi penyelenggara sidang umum tersebut bersama Kementerian BUMN dan didukung penuh oleh 35 BUMN.
"Kami berupaya untuk membuat peran perempuan semakin sukses di sejumlah bidang seperti politik, ekonomi dan kesra," kata Presiden ICW Jung Sook Kim kepada Antara ditemui di Hotel Grand Inna Malioboro pada Senin.
Menurut Kim, poin-poin resolusi tersebut akan disalurkan melalui rencana kerja yang diimplementasikan pada tiga tahun kedepan.
Poin pertama resolusi itu adalah mengingatkan remaja putri akan bahaya penggunaan internet" dengan mendesak pemerintah untuk berupaya memberi pendidikan dalam meningkatkan metode pembelajaran dan kualitas pendidikan melalui internet, kemudian mengajarkan para siswi untuk memanfaatkan akses internet secara bertanggungjawab.
Selain itu, ICW meminta agar remaja putri diingatkan terhadap bahaya negatif penggunaan internet, serta memberikan perlindungan kepada data pengguna.
Penguatan regulasi dan kerja sama internasional terkait perlindungan perempuan dalam menggunakan internet juga menjadi poin resolusi pertama itu.
Poin resolusi kedua yang dihasilkan adalah ICW mengajak semua dewan kawasan untuk "mendesak masing-masing pemerintah melaksanakan dan menegakkan hukuman yang efektif atas kekerasan yang terjadi kepada perempuan tua" dan memberi pelatihan kepada polisi dan petugas sosial untuk mengatasi pelecehan kepada orang tua.
Pemerintah juga diminta menyediakan dana untuk program pencegahan untuk menciptakan kesadaran dan upaya efektif dengan mengidentifikasi dan membantu korban melalui media, sekolah dan seminar-seminar.
Pendidikan untuk mewajibkan pencegahan perilaku negatif terhadap orang tua dengan mempromosikan hak dan martabat orang yang lebih tua dan melaporkan dugaan pelecehan tersebut kepada polisi atau lembaga layanan sosial juga menjadi salah satu ayat di resolusi kedua.
Penyediaan informasi, pelatihan untuk anggota keluarga dan perawat orang tua untuk mempelajari kemampuan perawatan juga perlu dilakukan.
Penelitian dan pengumpulan data atas pelecehan orang tua dari petugas sosial dan polisi dapat digunakan bagi alat pendidikan untuk pemberantasan pelecehan.
Kemudian poin resolusi ketiga ditekankan kepada perempuan migran dari kawasan Sub-Sahara Afrika untuk keadaan genting dengan mengajak dewan di kawasan untuk mendesak pemerintah memperkuat hukum pencegahan kekerasan kepada perempuan migran dan menyatukan upaya pencapaian HAM perempuan di tingkat nasional dan internasional.
Selain itu, ICW meminta peningkatan keamanan untuk mengurangi bahaya kepada perempuan migran dan meningkatkan akses kepada pelayanan umum dan infrastruktur seperti pendidikan, pelatihan dan kesehatan serta membangun kapasitas perempuan migran melalui pelatihan untuk memberdayakan mereka untuk lowongan kerja melalui kegiatan yang menghasilkan pendapatan.
Untuk resolusi keempat, ICW meminta pemerintah untuk mencakup penyembuhan kondisi psikis sebagai bagian tanggap darurat dan mendanai bidang kesehatan mental serta pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang di masyarakat pasca bencana.
Penyediaan akses prioritas pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan kejiwaan, kepada perempuan dan anak khususnya kepada fakir miskin pasca bencana besar, dan bekerja sama dengan LSM dalam membangun mekanisme dukungan sosial kepada penyintas dan pekerja darurat serta relawan pada saat pemulihan bencana juga diminta ICW dapat dilakukan.
Poin-poin dalam resolusi kelima yaitu meminta dewan di kawasan masing-masing untuk bekerja sama dengan seluruh pihak untuk memberi akses digital mengenai keterangan dan pendidikan lingkungan serta wisata alam.
Kemudian mengingatkan pemerintah untuk bertanggungjawab atas informasi lingkungan dan pendidikan untuk mencegah pelarangan keterangan ditingkat nasional dan global serta mempromosikan pendirian pendidikan ekologi bagi perempuan untuk mengambil keputusan yang ramah lingkungan.
Selain itu, ICW mendesak upaya pencapaian universal pada tingkat pendidikan tinggi dan pengetahuan mengenai perlindungan lingkungan alam dengan memfasilitasi pendidikan ramah lingkungan yang inklusif kepada perempuan.
Kemudian resolusi keenam yang disepakati adalah ICW mendesak semua dewan nasional untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat mengenai isu yang terkait air bersih.
ICW juga meminta perempuan untuk terlibat sebagai politisi dan pengambil kebijakan baik di tingkat lokal dan regional mengenai akses dan ketersediaan air bersih dan terlibat dalam perencanaan masyarakat sebagai perempuan ahli di bidang perlindungan sumber air bersih.
Perempuan juga diminta terlibat pada semua tingkat pengambilan keputusan dalam keadaan darurat, dan upaya penanggulangan serta proses rekonstruksi untuk memastikan kebutuhan khusus perempuan kepada air bersih termasuk ke dalam rencana strategis nasional dan internasional.
ICW juga meminta dewan nasional memastikan dunia bisnis bertanggungjawab dalam pengurangan polusi dan pencemaran air.
Pada poin resolusi ketujuh ICW mengajak para perempuan anggota dewan untuk melakukan tindakan seperti bekerja sama dengan institusi nasional dalam mencegah dan memberantas segala bentuk pelecehan dan kekerasan kepada perempuan sebagai elemen inti kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita.
Perempuan juga diharapakan memastikan keamanan di tempat kerja dengan upaya yang mendukung penciptaan ruang kerja yang aman dari pelecehan seksual dan meminta pemilik perusahaan untuk membuat kebijakan yang efektif memperkecil pelecehan seksual.
Pemerintah kota juga diharapkan dapat menegakkan hukum atas tindak pelecehan seksual dan mendukung perempuan untuk melakukan pelaporan atas kejadian kriminal itu serta menciptakan masyarakat yang bebas pelecehan melalui program pendidikan pada usia dini mengenai HAM
dan kesetaraan gender.
Dewan Perempuan Internasional juga harus mengenalkan pemahaman publik untuk tidak mentoleransi kekerasan seksual dan menciptakan mekanisme untuk mendukung perubahan mental dan sikap para pelaku kejahatan seksual.
Demikian tujuh resolusi beserta poin-poin yang dicapai dalam Sidang Umum Ke-35 ICW yang dilaksanakan di Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta pada 13-19 September 2019.
Kowani menjadi penyelenggara sidang umum tersebut bersama Kementerian BUMN dan didukung penuh oleh 35 BUMN.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: