Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia berjanji akan menjaga disparitas suku bunga (differensial interest rate) domestik dengan negara-negara maju dan berkembang, agar instrumen berdenominasi rupiah tetap mampu menarik portofolio asing di tengah semakin tingginya potensi perang suku bunga secara global.
Hal itu ditegaskan Deputi Gubenur BI Dody Budi Waluyo di Jakarta, Senin, menyikapi keputusan agresif Bank Sentral Turki menaikkan suku bunga acuannya hingga 625 basis poin menjadi 24 persen pada Kamis (13/9).
"Paling penting berikutnya adalah bagaimana menjaga modal masuk, karena bagaimana pun juga defisit (transaksi berjalan) perlu pembiayaan dan akan tertutupi, kalau misalnya aliran modal masuk kita tidak saja dari investasi asing langsung, tapi juga investasi portofolio. Itu pentingnya jaga perbedaan suku bunga," ujar dia.
Disinggung apakah BI akan turut menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" saat rapat dewan gubernur pada 26-27 September 2018 mendatang, Dody tidak menjawab spesifik. Dia hanya menegaskan Bank Sentral akan mempertimbangkan semua faktor eksternal dan domestik.
"Kita punya banyak faktor data-data yang kita liat bagaimana perkembangan domestik, perkembangan di luar negeri dilihat. Jadi, tidak serta merta suku bunga The Fed naik, kita juga menaikkan suku bunga BI. Lalu, tidak serta merta Turki dinaikkan suku bunganya, kita juga menaikkan. Kita lakukan melihat sisi diferensial suku bunga, kita lihat risiko ke depannya baik risiko di luar dan dalam," ujar dia.
Selain Turki, negara maju lainnya juga diperkirakan akan ikut menaikkan suku bunganya, antara lain Kanada dan Swedia pada kuartal keempat 2018, dan Amerika Serikat pada September dan Desember 2018.
Maka dari itu, BI berkomitmen menerapkan kebijakan yang antisipastif dengan jargon front loading, preemptive dan ahead of the curve.
Fundamental ekonomi domestik, kata Dody, juga menunjukkan perbaikan saat ini. Defisit neraca perdagangan Agustus 2018 yang sebesar 1,02 miliar dolar AS sudah jauh menurun dibanding Juli 2018 sebesar 2,03 miliar dolar AS.
Dody melihat penurunan defisit neraca perdagangan Agustus 2018 ini bisa berlanjut dan akan memperbaiki defisit transaksi berjalan di kuartal III 2018 (Juli-Agustus-September) ini.
Sementara inflasi hingga Agustus 2018 berada di 3,2 persen (yoy) atau dalam sasaran BI di 2,5-4,5 persen (yoy) tahun ini.
BI menjadwalkan RDG pada 26-27 September 2018. Pertemuan bulanan rutin untuk menentukan kebijakan itu sengaja diundur menjadi pada pekan keempat September, bukan pada pekan kedua atau ketiga seperti pertemuan bulanan rutin sebelumnya.
Penjadwalan RDG pada pekan keempat itu khusus untuk menanti keputusan dari komite pasar terbuka Bank Sentral AS (FOMC) 25-26 September 2018. Bank Sentral AS The Federal Reserve diperkirakan pelaku pasar global akan menaikkan suku bunga acuannya yang ketiga kali tahun ini pada rapat itu.
Baca juga: BI sebut rupiah tertekan karena ekspektasi defisit perdagangan meleset
Baca juga: Dolar AS menguat didukung ekspektasi kenaikan suku bunga FED
BI janjikan instrumen berdenominasi rupiah tetap menarik
17 September 2018 16:59 WIB
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: