Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengaku dikonfirmasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pengadaan batubara dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

KPK pada Senin memeriksa Bambang sebagai saksi untuk tersangka mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih (EMS) dalam penyidikan kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Saya sudah sampaikan semua kepada penyidik, mengenai hubungannya dengan pengusahaan batubara," kata Bambang usai di periksa di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Selain Eni, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited serta mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham (IM).

Ia pun tidak mengetahui soal proses penunjukan Blackgold Natural Resources Limited yang merupakan perusahaan pertambangan batubara multinasional sebagai salah satu konsorsium dalam proyek PLTU tersebut.

"Tidak-tidak, itu bukan saya. Itu bukan tupoksi saya," ucap Bambang.

Ia pun kembali menyatakan bahwa tugas, pokok, dan fungsinya dalam proyek PLTU Riau-1 itu adalah soal pengadaan batubara.

"Pengusahaan batubaranya," ungkap Bambang.

Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan.

Idrus diduga bersama-sama dengan Eni yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johanes, pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Dalam penyidikan kasus itu, tersangka Eni juga diketahui telah mengembalikan uang Rp500 juta kepada penyidik KPK.

Selain itu, pengurus Partai Golkar juga telah mengembalikan sekitar Rp700 juta terkait kasus PLTU Riau-1 tersebut.