Artikel
Memanjakan penikmat seni melalui "Kapacak"
17 September 2018 16:13 WIB
Ilustrasi - Petugas Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi menyemprotkan air untuk membersihkan monumen Bung Hatta, di kawasan Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (10/8/2017). (ANTARA FOTO/Muhammad Arif Prib)
Bukittinggi, Sumbar, (ANTARA News) - Memasuki Auditorium Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang terletak di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, seketika siapapun tidak akan menyangka bahwasanya ruangan tersebut merupakan sebuah auditorium yang biasanya digunakan sebagai tempat pertemuan hingga beberapa kegiatan seremonial lainnya.
Ruangan tersebut terlihat berbeda kali ini, memasuki pintu besar di bagian kanan bangunan, di dalamnya tidak lagi terlihat ruangan lepas dengan pentas maupun kursi, melainkan telah diisi oleh dinding tambahan berwarna putih setinggi lebih kurang tiga meter yang disusun serupa labirin.
Akan tetapi bukan hanya dinding tersebut yang menjadikan ruangan ini berbeda, melainkan hamparan puluhan karya seni rupa yang terpajang, berbagai bentuk lukisan berjejer rapi, pada beberapa sudut juga diisi oleh beberapa patung.
"Kapacak" adalah tema yang dipilih oleh komunitas Tambo Art Center dalam pameran seni rupa kontemporer Tambo #3 yang digelar selama satu minggu mulai dari tanggal 11 hingga 17 September 2018.
Pemilihan tema Kapacak sendiri berangkat dari arti istilah yang berasal dari bahasa Minang yang berarti kecipratan atau percikan.
Pameran yang digelar untuk kali ke tiga ini menyiratkan makna dapat memberikan kapacak atau dampak terhadap para penggiat , kelompok, komunitas atau kantong-kantong seni rupa yang ada di Sumbar.
Ketua Pelaksana pameran, Hamzah menuturkan, pameran kali ini sengaja memiliih lokasi baru untuk pelaksanaan pameran setelah dua kali pameran sebelumnya digelar di Kota Padang.
Menurutnya, Bukittinggi merupakan kota bersejarah yang nyaman dan sejuk. Selain itu Bukittinggi juga memiliki posisi sentral diantara beberapa kabupaten/kota lain, sehinga mudah untuk diakses.
Ditambah dengan iklim yang sejuk, hamparan pemandangan nan elok serta masyarakatnya yang ramah akan sangat cocok untuk menikmati karya seni bagi para pengunjung.
Ajang Seniman
Dalam pameran ini setidaknya terdapat 32 orang seniman yang ikut terlibat. Seluruhnya tidak hanya perupa yang berasal dari Sumbar, akan tetapi juga ada yang berasal dari luar daerah, seperti Pekanbaru, Jambi, Bandung hingga Yogyakarta.
Dari seluruh perupa yang terlibat, terdapat sebanyak 34 karya yang terdiri dari karya tiga dimensi, dua dimensi serta multimedia.
Dalam pameran ini terdapat tiga buah karya tiga dimensi berupa patung dan sisanya karya dalam bentuk dua dimensi berupa lukisan yang terdiri dari beberapa aliran, seperti realis dan surealis dan abstrak.
Karya-karya tersebut berasal dari sentuhan tangan perupa, baik yang sudah lama malang melintang di dunia seni rupa hingga yang sedang atau baru saja menyelesaikan pendidikan di bidang tersebut.
Beberapa seniman atau perupa yang terlibat dalam pameran ini adalah Abdul Rozak, Dirja Putra, Eka Susilawati, Erizal As, Erlangga, Fazar Rona, Gusmen Heriadi, Habi Maulana, Hamzah, Hendra Sardi, Herisman Tojes, Imam Teguh SY dan Ibrahim.
Selain itu terdapat Irwandi, Ismed Sajo, Desca Delaren, Jumaldi Alfi, Kamal Guci, Mardi Wadra, Martwan M, Muhammad Ridwan, Nasrul, Nofriadi, Norma Fauza, Pino Yudi Winara, Randi Pratama, Romi Armon, Romi Kumik, Syahrial, Yasrul Sami B, Yasrul Sami, Yon Indra, Yunizar dan Zulkarnaini.
Salah seorang perupa asal Bukittinggi yang karyanya ikut serta dalam pameran, Romi Kumik mengatakan dalam kegiatan ini terdapat satu buah karyanya yang ikut dipamerkan, karya tersebut berupa lukisan dengan judul 'Fashion'.
Lukisan itu dibuat di atas kanvas berukuran 146 x 190 sentimeter dengan menggunakn cat minyak dan acrylic yang diselesaikannya pada tahun 2018.
Lukisan tersebut memperlihatkan seorang perempuan Minang bermata biru, berparas khas masyarakat tradisional dengan mengenakan suntiang yang merupakan hiasan kepala yang biasa dikenakan oleh seorang pengantin perempuan di Minangkabau.
Melalui lukisan tersebut, Romi ingin menyampaikan kegelisahannya terhadap keadaan saat ini dimana modernisasi perlahan-lahan mulai mempengaruhi kebudayaan tradisional.
"Baik disadari atau tidak, hal tersebut terus terjadi hingga saat ini dan tidak tertutup kemungkinan akan terus berlanjut untuk masa-masa yang akan datang," tuturnya.
Ia menjelaskan, perubahan atau pengaruh terhadap kebudayaan tradisional divisualisasikannya melalui mata sosok perempuan yang ada dalam lukisan tersebut.?
Sosok perempuan tersebut memiliki bola mata yang berwarna biru, mata inilah yang menurutnya menjadi perwakilan dari kondisi yang yang terjadi saat ini, sebab biasanya warna bola mata masyarakat Indonesia berwarna coklat atau hitam.
Selain itu alasannya menghadirkan sosok perempuan dalam karya ini karena pengaruh yang paling terlihat adalah pada seorang perempuan, sekalipun laki-laki juga mendapatkan pengaruh.
Kegiatan Tahunan
Ketua pelaksana, Hamzah yang juga merupakan seorang perupa sekaligus akademisi di salah satu kampus seni yang di Sumbar mengatakan salah satu capaian dari kegiatan ini adalah untuk menciptakan even tahunan berkelas nasional dengan kunjungan internasional.
Selain itu melalui pameran ini diharapkan juga dapat menjalin kerjasama antara penggiat, pecinta, pemerhati dan para kolektor seni yang ada di Sumbar maupun di luar Sumbar dan bahkan di luar negeri.
Menurutnya, melalui kerjasama tersebut nantinya akan terjadi sebuah gerakan yang aktif dan produktif di bidang ekonomi kreatif sekaligus menciptakan pasar seni di Sumbar, sebagaimana yang telah ada pada beberapa kota lain di Indonesia.
Ke depannya ia mengharapkan agar kegiatan ini terus berlanjut dan dapat menjadi tujuan utama bagi para penikmat seni yang ada di Indonesia maupun luar negeri.
Sementara itu Ketua Tambo Arts Center, Yon Indra mengharapkan agar ke depannya Sumbar bisa menjadi pusat salah satu perkembangan seni rupa yang dapat disejajarkan dengan Bandung, Yogyakarta dan Bali.
Selain itu, melalui pameran tersebut pihaknya juga berupaya untuk membangun iklim berkesenian secara kreatif, produktif dan dinamis serta membangun apresiasi masyarakat terhadap seni rupa.*
Baca juga: Musik randai "Siti Manggopoh" tampil meriah di Paris
Ruangan tersebut terlihat berbeda kali ini, memasuki pintu besar di bagian kanan bangunan, di dalamnya tidak lagi terlihat ruangan lepas dengan pentas maupun kursi, melainkan telah diisi oleh dinding tambahan berwarna putih setinggi lebih kurang tiga meter yang disusun serupa labirin.
Akan tetapi bukan hanya dinding tersebut yang menjadikan ruangan ini berbeda, melainkan hamparan puluhan karya seni rupa yang terpajang, berbagai bentuk lukisan berjejer rapi, pada beberapa sudut juga diisi oleh beberapa patung.
"Kapacak" adalah tema yang dipilih oleh komunitas Tambo Art Center dalam pameran seni rupa kontemporer Tambo #3 yang digelar selama satu minggu mulai dari tanggal 11 hingga 17 September 2018.
Pemilihan tema Kapacak sendiri berangkat dari arti istilah yang berasal dari bahasa Minang yang berarti kecipratan atau percikan.
Pameran yang digelar untuk kali ke tiga ini menyiratkan makna dapat memberikan kapacak atau dampak terhadap para penggiat , kelompok, komunitas atau kantong-kantong seni rupa yang ada di Sumbar.
Ketua Pelaksana pameran, Hamzah menuturkan, pameran kali ini sengaja memiliih lokasi baru untuk pelaksanaan pameran setelah dua kali pameran sebelumnya digelar di Kota Padang.
Menurutnya, Bukittinggi merupakan kota bersejarah yang nyaman dan sejuk. Selain itu Bukittinggi juga memiliki posisi sentral diantara beberapa kabupaten/kota lain, sehinga mudah untuk diakses.
Ditambah dengan iklim yang sejuk, hamparan pemandangan nan elok serta masyarakatnya yang ramah akan sangat cocok untuk menikmati karya seni bagi para pengunjung.
Ajang Seniman
Dalam pameran ini setidaknya terdapat 32 orang seniman yang ikut terlibat. Seluruhnya tidak hanya perupa yang berasal dari Sumbar, akan tetapi juga ada yang berasal dari luar daerah, seperti Pekanbaru, Jambi, Bandung hingga Yogyakarta.
Dari seluruh perupa yang terlibat, terdapat sebanyak 34 karya yang terdiri dari karya tiga dimensi, dua dimensi serta multimedia.
Dalam pameran ini terdapat tiga buah karya tiga dimensi berupa patung dan sisanya karya dalam bentuk dua dimensi berupa lukisan yang terdiri dari beberapa aliran, seperti realis dan surealis dan abstrak.
Karya-karya tersebut berasal dari sentuhan tangan perupa, baik yang sudah lama malang melintang di dunia seni rupa hingga yang sedang atau baru saja menyelesaikan pendidikan di bidang tersebut.
Beberapa seniman atau perupa yang terlibat dalam pameran ini adalah Abdul Rozak, Dirja Putra, Eka Susilawati, Erizal As, Erlangga, Fazar Rona, Gusmen Heriadi, Habi Maulana, Hamzah, Hendra Sardi, Herisman Tojes, Imam Teguh SY dan Ibrahim.
Selain itu terdapat Irwandi, Ismed Sajo, Desca Delaren, Jumaldi Alfi, Kamal Guci, Mardi Wadra, Martwan M, Muhammad Ridwan, Nasrul, Nofriadi, Norma Fauza, Pino Yudi Winara, Randi Pratama, Romi Armon, Romi Kumik, Syahrial, Yasrul Sami B, Yasrul Sami, Yon Indra, Yunizar dan Zulkarnaini.
Salah seorang perupa asal Bukittinggi yang karyanya ikut serta dalam pameran, Romi Kumik mengatakan dalam kegiatan ini terdapat satu buah karyanya yang ikut dipamerkan, karya tersebut berupa lukisan dengan judul 'Fashion'.
Lukisan itu dibuat di atas kanvas berukuran 146 x 190 sentimeter dengan menggunakn cat minyak dan acrylic yang diselesaikannya pada tahun 2018.
Lukisan tersebut memperlihatkan seorang perempuan Minang bermata biru, berparas khas masyarakat tradisional dengan mengenakan suntiang yang merupakan hiasan kepala yang biasa dikenakan oleh seorang pengantin perempuan di Minangkabau.
Melalui lukisan tersebut, Romi ingin menyampaikan kegelisahannya terhadap keadaan saat ini dimana modernisasi perlahan-lahan mulai mempengaruhi kebudayaan tradisional.
"Baik disadari atau tidak, hal tersebut terus terjadi hingga saat ini dan tidak tertutup kemungkinan akan terus berlanjut untuk masa-masa yang akan datang," tuturnya.
Ia menjelaskan, perubahan atau pengaruh terhadap kebudayaan tradisional divisualisasikannya melalui mata sosok perempuan yang ada dalam lukisan tersebut.?
Sosok perempuan tersebut memiliki bola mata yang berwarna biru, mata inilah yang menurutnya menjadi perwakilan dari kondisi yang yang terjadi saat ini, sebab biasanya warna bola mata masyarakat Indonesia berwarna coklat atau hitam.
Selain itu alasannya menghadirkan sosok perempuan dalam karya ini karena pengaruh yang paling terlihat adalah pada seorang perempuan, sekalipun laki-laki juga mendapatkan pengaruh.
Kegiatan Tahunan
Ketua pelaksana, Hamzah yang juga merupakan seorang perupa sekaligus akademisi di salah satu kampus seni yang di Sumbar mengatakan salah satu capaian dari kegiatan ini adalah untuk menciptakan even tahunan berkelas nasional dengan kunjungan internasional.
Selain itu melalui pameran ini diharapkan juga dapat menjalin kerjasama antara penggiat, pecinta, pemerhati dan para kolektor seni yang ada di Sumbar maupun di luar Sumbar dan bahkan di luar negeri.
Menurutnya, melalui kerjasama tersebut nantinya akan terjadi sebuah gerakan yang aktif dan produktif di bidang ekonomi kreatif sekaligus menciptakan pasar seni di Sumbar, sebagaimana yang telah ada pada beberapa kota lain di Indonesia.
Ke depannya ia mengharapkan agar kegiatan ini terus berlanjut dan dapat menjadi tujuan utama bagi para penikmat seni yang ada di Indonesia maupun luar negeri.
Sementara itu Ketua Tambo Arts Center, Yon Indra mengharapkan agar ke depannya Sumbar bisa menjadi pusat salah satu perkembangan seni rupa yang dapat disejajarkan dengan Bandung, Yogyakarta dan Bali.
Selain itu, melalui pameran tersebut pihaknya juga berupaya untuk membangun iklim berkesenian secara kreatif, produktif dan dinamis serta membangun apresiasi masyarakat terhadap seni rupa.*
Baca juga: Musik randai "Siti Manggopoh" tampil meriah di Paris
Pewarta: Syahrul Rahmat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: