Pengamat paparkan alasan harga BBM harusnya sesuai pasar global
17 September 2018 09:46 WIB
Ilustrasi: Pekerja membersihkan papan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tempat pengisian BBM Pertamina, Bogor, Jawa Barat (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Berly Martawardaya menilai harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi semestinya sesuai mekanisme pasar global agar tidak menimbulkan banyak masalah.
"Harga BBM seyogyanya sesuai dengan harga minyak global. Banyak masalah yang timbul kalau tidak sesuai global," katanya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, sejumlah masalah tersebut antara lain pelaku usaha selaku distributor BBM akan mengalami kerugian, kalau harga tidak sesuai pasar global atau keekonomian
Lalu, jika tidak sesuai harga pasar, maka masyarakat mampu, yang mengonsumsi BBM nonsubsidi tersebut, akan terbiasa dengan harga BBM murah.
Padahal, proses produksi untuk menghasilkan BBM tersebut terhitung mahal.
Masalah lain yang timbul jika harga BBM tidak sesuai pasar, menurut Berly, adalah selisih harga yang makin besar antara BBM di Indonesia dan negara sekitar, yang akan meningkatkan risiko penyelundupan.
Apalagi, lanjutnya, sesuai aturan yang ada, pelaku usaha sebenarnya bisa menetapkan sendiri harga BBM nonsubsidi, meski harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah.
Sementara, terkait BBM subsidi jenis solar dan penugasan jenis premium, menurut Berly, pemerintah perlu mendistribusikannya secara langsung ke masyarakat berdasarkan nama dan alamat, dan bukan lagi berdasarkan komoditas, sehingga akan tepat sasaran.
Ia menambahkan, awal Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla pada 2014, pemerintah sudah cukup baik dengan melepas harga BBM jenis premium sesuai harga pasar dan solar diberikan subsidi tetap.
"Namun, pada awal 2018 ada kebijakan tidak menaikkan BBM sampai 2019, padahal harga minyak dunia mengalami kenaikan," katanya.
Pada semester II 2014 hingga akhir 2017, harga minyak memang berada pada tingkat yang rendah dan nilai tukar rupiah relatif stabil.
Namun, saat ini, realisasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah berada pada level yang cukup jauh dari asumsi APBN 2018.
Sesuai APBN 2018, harga minyak mentah ditetapkan 48 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah Rp13.400 per dolar AS.
Sementara, pada Agustus 2018, realisasi harga minyak dunia berada di atas 70 dolar per barel dan nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.500 per dolar AS.
Kenaikan dua variabel tersebut, membuat harga impor BBM menjadi meningkat.
Baca juga: Pertamina: Kini 69 terminal BBM siap salurkan B20
Baca juga: Martinus dan harapannya pada BBM satu harga
"Harga BBM seyogyanya sesuai dengan harga minyak global. Banyak masalah yang timbul kalau tidak sesuai global," katanya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, sejumlah masalah tersebut antara lain pelaku usaha selaku distributor BBM akan mengalami kerugian, kalau harga tidak sesuai pasar global atau keekonomian
Lalu, jika tidak sesuai harga pasar, maka masyarakat mampu, yang mengonsumsi BBM nonsubsidi tersebut, akan terbiasa dengan harga BBM murah.
Padahal, proses produksi untuk menghasilkan BBM tersebut terhitung mahal.
Masalah lain yang timbul jika harga BBM tidak sesuai pasar, menurut Berly, adalah selisih harga yang makin besar antara BBM di Indonesia dan negara sekitar, yang akan meningkatkan risiko penyelundupan.
Apalagi, lanjutnya, sesuai aturan yang ada, pelaku usaha sebenarnya bisa menetapkan sendiri harga BBM nonsubsidi, meski harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah.
Sementara, terkait BBM subsidi jenis solar dan penugasan jenis premium, menurut Berly, pemerintah perlu mendistribusikannya secara langsung ke masyarakat berdasarkan nama dan alamat, dan bukan lagi berdasarkan komoditas, sehingga akan tepat sasaran.
Ia menambahkan, awal Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla pada 2014, pemerintah sudah cukup baik dengan melepas harga BBM jenis premium sesuai harga pasar dan solar diberikan subsidi tetap.
"Namun, pada awal 2018 ada kebijakan tidak menaikkan BBM sampai 2019, padahal harga minyak dunia mengalami kenaikan," katanya.
Pada semester II 2014 hingga akhir 2017, harga minyak memang berada pada tingkat yang rendah dan nilai tukar rupiah relatif stabil.
Namun, saat ini, realisasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah berada pada level yang cukup jauh dari asumsi APBN 2018.
Sesuai APBN 2018, harga minyak mentah ditetapkan 48 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah Rp13.400 per dolar AS.
Sementara, pada Agustus 2018, realisasi harga minyak dunia berada di atas 70 dolar per barel dan nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.500 per dolar AS.
Kenaikan dua variabel tersebut, membuat harga impor BBM menjadi meningkat.
Baca juga: Pertamina: Kini 69 terminal BBM siap salurkan B20
Baca juga: Martinus dan harapannya pada BBM satu harga
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: