Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyatakan mendukung langkah Pemerintah untuk menaikkan tarif pajak penghasilan (Pph) impor, guna mengendalikan impor sekaligus meredam pelemahan rupiah.

"Kebijakan mengendalikan impor tidak salah, dalam situasi gejolak nilai tukar mata uang sedang terjadi, dan nilai tukar rupiah menjadi melemah," kata Bambang Soesatyo melalui pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet, Pemerintah sudah menaikkan tarif PPh impor atau PPh pasal 22 terhadap 1.147 komoditas. Kebijakan Pemerintah tersebut, menurut Bamsoet, dapat dipahami bahwa hal itu dilakukan ketika durasi gejolak nilai tukar rupiah atau penguatan nilai tukar dolar AS, masih sulit diprediksi.

"‎Pengendalian impor bukan kebijakan yang salah. Karena itu, pimpinan DPR mendukung dan sepakat dengan keputusan ‎Pemerintah," katanya.

Pimpinan DPR RI, menurut Bamsoet, mendorong Tim Ekonomi Pemerintah dan Bank Indonesia, agar terus mengkreasikan penyesuaian kebijakan untuk menanggapi ketidakastian global saat ini. Ketahanan ekonomi nasional, kata dia, bagaimana pun sedang diuji sehingga penyesuaian kebijakan memang diperlukan.

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, adalah fakta bahwa Indonesia bersama banyak negara lain sedang menyongsong ketidakseimbangan atau disequilibrium baru, yang dipicu oleh gejolak nilai tukar valuta dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Untuk mereduksi ekses dari ketidakseimbangan baru itu, menurut dia, Indonesia harus melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi. "Jika penyesuaian tidak segera dilakukan, Indonesia justru akan terlihat konyol. Sebab, ketidakseimbangan baru itu akan menghadirkan beberapa dampak, langsung maupun tak langsung, akan membuat banyak orang tidak nyaman," katanya.

Namun, setiap penyesuaian kebijakan, kata Bamsoet, hendaknya disosialisasikan kepada masyarakat, guna menghindari salah persepsi. Misalnya, Pemerintah harus tetap mengkalkulasi kebutuhan konsumsi masyarakat serta menjaga kebutuhan dan keberlanjutan aktivitas industri dalam negeri.

Sebagai contoh, kata Bamsoet, tetap harus dilakukan impor bahan bakar minyak (BBM) dan belasan komoditi pangan secara regular, guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Pemerintah secara reguler, juga harus melaksanakan kewajiban bayar atas utang luar negeri yang jatuh tempo, serta untuk menjaga aktivitas industri dan produksi, impor komponen barang modal harus bisa diatur sedemikian rupa. "Karena terjadi penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, nilai belanja impor oleh Pemerintah dan swasta tentu saja mengalami pembengkakan," kata Bamsoet.

Bamseot menegaskan, pada titik itulah Pemerintah wajib untuk terus dan berani mengkreasikan penyesuaian kebijakan, agar negara tetap mampu melayani masyarakat serta keuangan negara tetap dalam kondisi sehat dan terkendali. "DPR berharap Pemerintah tidak ragu untuk melakukan penyesuaian lainnya, kalau memang penyesuaian itu sangat diperlukan dan tak terhindarkan," kata Bamsoet.*

(T.R024)