Pernikahan dini dapat dicegah melalui pemberdayaan perempuan
14 September 2018 15:32 WIB
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Profesor Venetia Danes berbicara tentang peran perempuan dalam mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia di Yogyakarta, Jumat (14/9/2018). (ANTARA News/Hendra Nurdiyansyah)
Yogyakarta (ANTARA News) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Profesor Venetia Danes mengatakan praktik pernikahan dini dapat dicegah melalui pemberdayaan perempuan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Hal pertama dan terpenting adalah sosialisasi, terlebih para perempuan dan ibu untuk tak jemu-jemu memberikan sosialisasi kepada tokoh masyarakat dan agama tentang bagaimana efek dari pernikahan dini terhadap fisik dan mental anak perempuan," kata Venetia dalam sesi Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), usia di bawah 18 tahun masih dikategorikan anak-anak, namun berdasarkan undang-undang perkawinan anak perempuan bisa menikah pada usia 16 tahun sehingga Indonesia bisa dikatakan belum mengikuti standar dunia dalam melindungi hak-hak anak.
Padahal, pernikahan dini menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir, yang angkanya perlu diturunkan sesuai komitmen Indonesia untuk mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Karena itu, kami di Kementerian PPPA terus mendorong adanya harmonisasi peraturan dalam undang-undang perkawinan sehingga tidak bisa lagi anak-anak gadis 16 tahun untuk menikah," kata Venetia.
Alasan pernikahan dini perlu dicegah adalah karena anak yang dilahirkan dapat cacat karena alat reproduksi calon ibu belum sempurna, hal itu sekaligus meingkatkan risiko kematian ibu pada saat melahirkan.
Selain itu, meskipun ibu dan bayi selamat dalam proses persalinan, namun kondisi psikologis ibu yang masih anak-anak belum siap untuk mendidik anak mereka sendiri menjadi orang dewasa yang berkualitas.
Venetia menambahkan, kondisi psikologis ibu muda itu juga tidak akan bisa mengimbangi suaminya yang sebagian besar terjadi jauh lebih tua dari istri sehingga pertengkaran rumah tangga yang seringkali berakhir dengan perceraian tidak dapat dihindari.
"Kalau kita mencegah pernikahan dini, berarti kita juga mencegah perceraian dini," kata dia.
Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia diselenggarakan bersamaan dengan Sidang Umum Dewan Perempuan Internasional (ICW) ke-35 di Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta, yang didukung 35 BUMN termasuk Perum LKBN Antara.
(T.A060)
"Hal pertama dan terpenting adalah sosialisasi, terlebih para perempuan dan ibu untuk tak jemu-jemu memberikan sosialisasi kepada tokoh masyarakat dan agama tentang bagaimana efek dari pernikahan dini terhadap fisik dan mental anak perempuan," kata Venetia dalam sesi Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), usia di bawah 18 tahun masih dikategorikan anak-anak, namun berdasarkan undang-undang perkawinan anak perempuan bisa menikah pada usia 16 tahun sehingga Indonesia bisa dikatakan belum mengikuti standar dunia dalam melindungi hak-hak anak.
Padahal, pernikahan dini menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir, yang angkanya perlu diturunkan sesuai komitmen Indonesia untuk mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Karena itu, kami di Kementerian PPPA terus mendorong adanya harmonisasi peraturan dalam undang-undang perkawinan sehingga tidak bisa lagi anak-anak gadis 16 tahun untuk menikah," kata Venetia.
Alasan pernikahan dini perlu dicegah adalah karena anak yang dilahirkan dapat cacat karena alat reproduksi calon ibu belum sempurna, hal itu sekaligus meingkatkan risiko kematian ibu pada saat melahirkan.
Selain itu, meskipun ibu dan bayi selamat dalam proses persalinan, namun kondisi psikologis ibu yang masih anak-anak belum siap untuk mendidik anak mereka sendiri menjadi orang dewasa yang berkualitas.
Venetia menambahkan, kondisi psikologis ibu muda itu juga tidak akan bisa mengimbangi suaminya yang sebagian besar terjadi jauh lebih tua dari istri sehingga pertengkaran rumah tangga yang seringkali berakhir dengan perceraian tidak dapat dihindari.
"Kalau kita mencegah pernikahan dini, berarti kita juga mencegah perceraian dini," kata dia.
Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia diselenggarakan bersamaan dengan Sidang Umum Dewan Perempuan Internasional (ICW) ke-35 di Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta, yang didukung 35 BUMN termasuk Perum LKBN Antara.
(T.A060)
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2018
Tags: