Yangon (ANTARA News) - Junta militer Myanmar Kamis menghadapi sejumlah seruan dari kalangan pemerintah Barat dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) agar membebaskan sedikitnya 13 aktivis yang ditahan karena memprotes menentang kenaikan harga bahan bakar minyak secara besar-besaran. Ratusan pemrotes dalam pekan ini bersikeras mengabaikan peringatan-peringatan dan menggelar dua rapat umum menentang kediktatoran militer, yang menjadi teras berita dunia dan rezim tertutup di negara yang dulu dikenal dengan nama Burma itu menjadi sorotan. Myanmar membenarkan bahwa pihaknya telah menahan 13 anggota dari kelompok Generasi Mahasiswa 88, termasuk Min Ko Naing, pemimpin pembelot yang paling terkemuka di negara tersebut setelah ditahannya panutan demokrasi Aung San Suu Kyi. Para aktivis mengatakan, mereka meyakini bahwa 10 anggota lainnya juga ditahan berkaitan dengan aksi-aksi protes itu. Kalangan pemerintah Barat, termasuk Kanada, Prancis dan Amerika Serikat, mengeluarkan permintaan keras agar para aktivis yang ditahan itu segera dibebaskan. AS menuntut diakhirinya rezim yang secara terang-terangan berusaha mengintimidasi dan membungkam mereka yang berusaha menumbuhkan demokrasi dan HAM secara damai di Burma, kata jurubicara Departemen Luar Negeri AS, Gonzo Gallegos. Washington ingin agar junta militer melakukan dialog yang mendalam dengan gerakan demokrasi di Myanmar dan kelompok-kelompok suku minoritas, dan juga melakukan "langkah-langkah nyata suatu perubahan ke arah pemerintahan demokrasi sipil," kata Gallegos. Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan bahwa pihaknya merasa prihatin atas penggunaan kekerasan para milisi pro pemerintah di Rangoon terhadap para pengunjukrasa pro demokrasi yang berlangsung secara damai. "Junta militer bertanggungjawab terhadap komungkinan konsekuensi bahwa perlakuan penindasan terhadap para pemrotes ini tak bisa diterima," katanya. Menteri Luar Negeri Kanada, Maxime Bernier, juga ikut ambil bagian menyeru bagi pembebasan para aktivis, seraya mengatakan bahwa penahanan mereka merupakan contoh lain dari masih terus berlanjutnya ketidak-hormatan penguasa Burma terhadap kebebasan dan demokrasi. Human Rights Watch yang bermarkas di New York mengatakan, penahanan-penahanan itu hanya memperkeruh keadaan yang buruk dari rakyat Myanmar, demikian AFP.(*)