Yogyakarta (ANTARA News) - Direktur Wahid Institute Yenny Wahid menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan untuk mencegah radikalisme yang kini telah menjurumuskan perempuan sebagai pelaku aksi teror.

Yenny mengemukakan hal tersebut dalam sesi kedua Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia di Yogyakarta, Jumat (14/9), dengan mengambil kasus bom di Surabaya pada Mei 2018 lalu sebagai contoh pelibatan seorang ibu sebagai pelaku teror.

"Bagaimana kita melihat seorang ibu tega meledakkan anaknya sendiri, padahal anak kita jatuh saja kita ikut menangis, tapi ibu itu melakukannya karena si bapak mau sepaket sekeluarga masuk surga. Jika perempuan kita kuat, dia pasti akan menolak doktrin bahwa dia hanya akan bisa masuk surga melalui suami atau bapaknya," kata dia.

Menurut Yenny, perempuan harus diberdayakan agar menjadi kuat untuk menolak doktrin yang salah seperti itu karena setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri terhadap amal dan dosa mereka.

"Dalam agama, dosa itu kita tanggung sendiri. Orang tua tugasnya mendidik, tapi begitu anak menjadi dewasa maka semua dosa dia tangung sendiri. Kasihan sekali orang tua para koruptor, penjahat dan kriminal lainnya jika mereka juga harus menanggung dosa anaknya," kata putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Oleh karena itu, Yenny mengajak semua anggota KOWANI untuk ikut memberdayakan perempuan dengan pendidikan, pengetahuan dan saling tukar pikiran agar menolak doktrin yang menjerumuskan ke dalam radikalisme, termasuk doktrin yang membuat wanita telalu patuh kepada suami.

"Ini menjadi tantangan bagi kita semua, kalau dulu perempuan menjadi 'recruiter' atau 'fund raiser' atau 'orgaizer' aksi teror, sekarang kita sudah dibidik untuk menjadi pelaku, bagaimana kita bisa mencegah agar perempuan tidak dimanfaatkan dalam aksi radikal kembali lagi pada peran kita untuk memberdayakan perempuan," kata dia.

Berdasarkan hasil riset Wahid Institute, diketahui bahwa perempuan Indonesia lebih toleran daripada laki-laki sehingga mereka lebih mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anak melalu edukasi dan pola asuh yang menanamkan nilai-nilai toleransi.

"Ketika perempuan bisa mengedukasi dan mendidik anak-anaknya menjadi toleran, maka itu menjadi jawaban dari pertanyaan bagaimana mencegah radikalisasi," kata dia.

Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia diselenggarakan bersamaan dengan Sidang Umum Dewan Perempuan Internasional (ICW) ke-35 di Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta, yang didukung 35 BUMN termasuk Perum Kantor Berita Antara.

Baca juga: Perempuan suarakan semangat maju bersama

Baca juga: Presiden ke Yogyakarta buka sidang ICW dan Temu Perempuan