Yogyakarta (ANTARA News) - Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva memaparkan perkembangan peran perempuan di Rusia dalam sesi diskusi panel Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional (ICW) di Yogyakarta.

Dalam pemaparan yang berlangsung di Ruang Kalasan Hotel Grand Inna Maliboro (GIM), Kamis sore, Dubes Lyudmila menjelaskan peran wanita sejak era akhir kekaisaran, keruntuhan Uni Soviet, hingga masa sekarang.

"Dalam 100 tahun terakhir, Rusia mengalami gejolak perubahan besar yang berpengaruh pada kaum perempuan," tutur Dubes Lyudmila.

Dia menceritakan, perubahan besar pertama terjadi pada periode perang sipil pada 1920an hingga Perang Dunia II 1940an, di mana pergeseran pranata pemerintahan dari kekaisaran hingga menjelma menjadi Uni Soviet menyebabkan kehilangan yang begitu besar. Terutama pada Perang Dunia II, yang menyebabkan Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta warga negaranya yang mayoritas laki-laki.

"Hal ini memberikan dampak yang besar kepada perempuan, yang harus ikut bekerja dan memainkan peran dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya ditanggung oleh laki-laki," tutur Dubes Lyudmila.

Baca juga: Menteri BUMN: perempuan penggerak pembangunan bangsa

Sejak saat itu, peran wanita secara perlahan mengalami peningkatan, terlebih dengan munculnya gagasan "Perestroika" Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev yang menekankan reformasi gagasan politik dan ekonomi pada tahun 1987 serta runtuhnya Uni Soviet.

Pada masa modern sekarang, tutur Dubes Lyudmila melanjutkan, peran perempuan juga mengalami perkembangan positif.

Berdasarkan laporan sebuah perusahaan internasional, sebanyak 47 persen manager di perusahaan di Rusia dijabat oleh perempuan, tidak lupa pada unsur pemerintahan pun perempuan memainkan peranan tersendiri.

Sebanyak empat gubernur dijabat perempuan, sekitar 72 persen pegawai pelayanan publik dan 44 persen akademisi bergelar doktor juga dijabat oleh perempuan.

Meski kebijakan pemerintah Rusia lebih berfokus pada perkembangan ekonomi, namun ada perbaikan dalam peran perempuan di negeri Beruang Merah tersebut.

"Di era Uni Soviet, peran laki-laki lebih menonjol. Tetapi sekarang peran kedua gender lebih seimbang, keduanya bersama-sama akan mencapai tujuan dan kepentingan bersama," katanya mencontohkan.

Baca juga: ICW Rayakan hari jadi Ke-130 di Yogyakarta