Pemilih kurang pertimbangkan transparansi pajak calon legislatif
13 September 2018 17:57 WIB
Anggota Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari (kiri), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Saksama (tengah), dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (13/9/2018). (ANTARA FOTO/Calvin Basuki)
Jakarta (ANTARA News) - Aspek transparansi pajak calon legislatif belum menjadi pertimbangan bagi masyarakat sebagai pemilih dalam menggunakan suaranya kepada calon tertentu ketika Pemilu.
Anggota Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari, dalam diskusi di Jakarta, Kamis, mengatakan, transparansi pajak calon legislatif, misalnya dengan mengumumkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak, masih lemah untuk mendulang suara ketika pemilu.
"Kalau buka-bukaan SPT hanya untuk pencitraan saja, tidak memberikan efek itu bagi para pemilih. Bukan menjadi pertimbangan bagi pemilih, keperluan seperti ini lemah," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Menurut dia, gagasan membuka SPT calon legislatif ke publik lebih sebagai bagian dari akuntabilitas. Ia juga mengatakan saat ini belum ada aturan yang mewajibkan calon anggota legislatif untuk membuka SPT pajaknya.
Pasal 169 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan, calon presiden dan calon wakil presiden diwajibkan memiliki NPWP dan melaksanakan kewajiban membayar pajak selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Perbuatan hukum untuk calon presiden dan calon wakil presiden tersebut tidak dibuat aturan yang konsisten dan sama bagi calon DPR, DPD, dan DPRD. Padahal, Pemilu 2019 akan dilakukan secara serentak dan hanya memiliki UU tunggal yang mengaturnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Saksama, berpendapat calon legislatif yang nantinya akan menjadi wakil rakyat sudah seharusnya taat pajak.
"Calon legislatif adalah bagian dari masyarakat yang akan menjadi wakil rakyat, seharusnya menjadi panutan termasuk dalam hal ketaatan pajak," ujar dia.
Sementara itu, pengamat pajak, Darussalam, menegaskan, SPT pajak bersifat rahasia. Pejabat pajak dilarang memberitahukan SPT seseorang kepada pihak lain kecuali mendapatkan arahan dari menteri keuangan atau hakim dalam kasus pidana.
Ia menilai calon legislatif yang secara sukarela mempublikasikan SPT pajaknya memungkinkan masyarakat mengetahui berapa jumlah pajak yang dia bayarkan dalam satu tahun pajak.
Hal tersebut kemudian dapat memungkinkan publik untuk menilai kewajaran maupun kecocokan antara pendapatan yang diperoleh dan aset yang dimiliki oleh wajib pajak.
Anggota Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari, dalam diskusi di Jakarta, Kamis, mengatakan, transparansi pajak calon legislatif, misalnya dengan mengumumkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak, masih lemah untuk mendulang suara ketika pemilu.
"Kalau buka-bukaan SPT hanya untuk pencitraan saja, tidak memberikan efek itu bagi para pemilih. Bukan menjadi pertimbangan bagi pemilih, keperluan seperti ini lemah," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Menurut dia, gagasan membuka SPT calon legislatif ke publik lebih sebagai bagian dari akuntabilitas. Ia juga mengatakan saat ini belum ada aturan yang mewajibkan calon anggota legislatif untuk membuka SPT pajaknya.
Pasal 169 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan, calon presiden dan calon wakil presiden diwajibkan memiliki NPWP dan melaksanakan kewajiban membayar pajak selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Perbuatan hukum untuk calon presiden dan calon wakil presiden tersebut tidak dibuat aturan yang konsisten dan sama bagi calon DPR, DPD, dan DPRD. Padahal, Pemilu 2019 akan dilakukan secara serentak dan hanya memiliki UU tunggal yang mengaturnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Saksama, berpendapat calon legislatif yang nantinya akan menjadi wakil rakyat sudah seharusnya taat pajak.
"Calon legislatif adalah bagian dari masyarakat yang akan menjadi wakil rakyat, seharusnya menjadi panutan termasuk dalam hal ketaatan pajak," ujar dia.
Sementara itu, pengamat pajak, Darussalam, menegaskan, SPT pajak bersifat rahasia. Pejabat pajak dilarang memberitahukan SPT seseorang kepada pihak lain kecuali mendapatkan arahan dari menteri keuangan atau hakim dalam kasus pidana.
Ia menilai calon legislatif yang secara sukarela mempublikasikan SPT pajaknya memungkinkan masyarakat mengetahui berapa jumlah pajak yang dia bayarkan dalam satu tahun pajak.
Hal tersebut kemudian dapat memungkinkan publik untuk menilai kewajaran maupun kecocokan antara pendapatan yang diperoleh dan aset yang dimiliki oleh wajib pajak.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: