Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat yang tinggal di lahan gambut seperti di Kalimantan sulit mengakses air bersih yang layak konsumsi.

Air di lahan gambut biasanya berwarna keruh, dengan tingkat keasaman dan zat organik yang tinggi sehingga membahayakan kesehatan jika dikonsumsi langsung tanpa diolah.

Seperti di Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara, Kalimantan barat sejak dulu mereka menampung air hujan atau membeli air bersih untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari seperti mencuci dan mandi.

Sementara saat musim kemarau, warga terpaksa menggunakan air gambut untuk mencuci dan mandi dan membeli air bersih seharga Rp20 ribu per galon untuk minum.

Akhirnya warga setempat bisa menikmati air bersih sejak setahun terakhir karena adanya bantuan instalasi pengelolaan air gambut dari Universitas Tanjungpura.

"Baru kali ini saya bisa mengonsumsi air sumur di sini, dengan alat ini mengubah air merah bisa menjadi putih," kata ketua RT 05 jalan Panca Bhakti Dalam Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara, Candra Hendra Kanang.

Warga setempat gratis mengambil air bersih dari instalasi tersebut, sementara biaya listrik dan pemeliharaan menurut Candra masih menggunakan biaya pribadi.

Namun tidak semua warganya memanfaatkan air olahan tersebut karena kapasitas yang dihasilkan juga masih terbatas.

Instalasi yang dipasang sejak 2017 itu berada di halaman depan rumah Candra yang juga difungsikan sebagai sekretariat RT setempat.

Instalasi terdiri atas toren air berkapasitas dua kubik sebagai penampung air yang disalurkan dari sumur, lalu air dialirkan ke dua tabung di bawahnya yang akan memproses air. Setelah diproses maka air yang dihasilkan jernih tapi masih tercium samar bau zat kimia.

Air olahan tersebut bisa diminum setelah dimasak. Candra biasanya sudah memanfaatkan untuk air minum, tapi ada juga warga yang hanya menggunakan untuk untuk mencuci dan kegiatan lainnya.


Layak minum

Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Gusti Hardiansyah mengatakan, ada dua unit instalasi pengolahan air gambut yang sudah dipasang di Kalimantan Barat.

Instalasi tersebut dihibahkan kepada masyarakat agar kebutuhan air bersih bisa terpenuhi.

Dia menjelaskan, proses produksi air bersih, pertama air bersumber dari air gambut masuk ke tabung silinder 1 melalui bagian lubang atas tabung.

Lalu air disaring oleh antrasit yang berfungsi menyaring kotoran dari air selanjutnya disaring kembali oleh lapisan kedua melalui sand filter (pasir), disaring dengan lapisan ketiga yaitu kerikil dan terakhir partikel yang halus disaring kembali oleh strainer.

Air hasil penyaringan dari tabung I dialirkan pada tabung II, dimana terjadi proses penyaringan oleh carbon filter, sand filter dan saringan terakhir strainer, lalu air bersih siap dialirkan ke bak penampung.

Dia mengatakan instalasi pengolahn air tersebut nantinya juga akan dipasang di desa yang menjadi target kerja sama Universitas Tanjungpura dengan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)/Bappenas.

Namun untuk program tersebut akan dikembangkan instalasi pengolahan air yang bisa langsung diminum tanpa perlu dimasak.

"Dengan riverosmosis sudah langsung minum tidak perlu dimasak. Akan dipasang satu unit di salah satu desa. Skemanya kita akan kembangkan sebagai bisnis air isi ulang, paling tidak bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga sekitarnya," kata Gusti.

Menurut dia, pemasangan instalasi pengolahan air gambut tersebut juga perlu melihat air bakunya sebagai sumber air, akan lebih baik jika berasal dari sumber mata air sehingga bisa layak untuk bisnis.


Berbasis masyarakat

Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura bekerja sama dengan ICCTF untuk perlindungan dan pengelolaan gambut berbasis masyarakat di Kalimantan Barat.

Program tersebut menggandeng 11 desa di tiga kabupaten yaitu Desa Simpang Kasturi, Desa Mandor, Desa Kayu Ara, Desa Sum Sum, Desa Kayu Tanam, Desa Sungai Segak, Desa Retok, Desa Kubu Padi, Desa Peniti Besar, Desa Peniti Dalam I dan Desa Peniti Dalam II.

Manajer komunikasi ICCTF Angga Ariestya mengatakan, kerja sama dengan Untan tersebut menargetkan capaian antara lain 10 sumur bor, enam alat pemadam kebakaran lahan yang dinamakan Nyapar, satu unit instalasi air gambut siap minum.

Selain itu juga target yang ingin dicapai adalah mendampingi masyarakat dalam budidaya madu Kelulut, serta peningkatan kapasitas bagi 50 orang Masyarakat Peduli Api (MPA).

Harapannya, masyarakat bisa sejahtera meski hidup di lahan gambut dan tetap memelihara serta melestarikan lingkungan.

Baca juga: BPPT sempurnakan teknologi pemantauan level air lahan gambut
Baca juga: Perawat di Siak olah air gambut jadi layak minum