Karawang, Jabar (ANTARA News) - Kasus perceraian yang terjadi selama dua tahun terakhir di Karawang cukup tinggi dan didominasi atas keinginan istri.

"Banyak faktor hingga terjadi perceraian, di antaranya faktor ekonomi, wanita idaman lain, pria idaman lain, faktor kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain," kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Karawang, Jawa Barat, Abdul Hakim saat dihubungi di Karawang, Sabtu.

Pada Januari hingga Juli 2018 tercatat Pengadilan Agama Karawang menerima 1.201 permohonan gugat cerai.

Sedangkan pada periode yang sama, Januari hingga Juli 2018, Pengadilan Agama Karawang hanya menerima 434 pengajuan cerai talak dari suami.

Begitu juga pada tahun 2017, perkara cerai gugat atau gugatan perceraian yang diajukan oleh istri lebih banyak, mencapai 2.207 permohonan.

Sementara cerai yang diajukan suami atau cerai talak pada tahun lalu hanya 733 kasus.

Kasus perceraian tersebut adalah yang tercatat di Karawang. Di luar itu diperkirakan masih banyak pasangan suami-istri yang cerai, tapi tidak melalui Pengadilan Agama.

Baca juga: Angka perceraian di Batam meningkat

Pihaknya bersama Pemkab Karawang seringkali melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat mengenai penting kepemilikan akta cerai bagi pasangan yang sudah bercerai.

Dalam setiap penyuluhan disampaikan bahwa perceraian yang sah dan diakui negara ialah perceraian yang dilakukan di pengadilan agama, sebab perceraian adalah peristiwa hukum yang dibuktikan dengan akta cerai.

Abdul Hakim mengatakan, sesuai dengan pembuktian dalam persidangan kasus perceraian, selama beberapa tahun terakhir ini tren perceraian tidak melulu karena faktor ekonomi.

Dugaan perselingkuhan yang diakibatkan penggunaan media sosial seperti facebook, instagram, dan WhatsApp juga terungkap dalam pembuktian persidangan kasus perceraian di Pengadilan Agama Karawang.

Baca juga: KDRT salah satu penyebab perceraian
Baca juga: Media sosial picu perceraian di Bengkulu Selatan
Baca juga: Kasus perceraian PNS cukup tinggi di Penajam Paser Utara