Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui pertumbuhan ekspor yang lambat merupakan salah satu penyebab neraca transaksi berjalan masih mengalami defisit.

"Investasi sudah cukup baik, tapi pertumbuhan ekspor kita cukup lambat. Maka tekanan kepada kita itu relatif tinggi," kata dia, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, defisit neraca transaksi berjalan ini membuat pengaruh penguatan dolar AS kepada mata uang Indonesia lebih tinggi dari negara-negara lain.

"Kalau kita tidak seburuk itu, tekanannya sama saja dampaknya ke negara-negara sekitar kita. Tapi tekanan ke kita lebih berat dibandingkan Thailand dan Malaysia," ujarnya.

Padahal, impor Indonesia juga sempat tercatat mengalami peningkatan seiring dengan tingginya impor bahan baku yang dibutuhkan untuk investasi maupun impor migas.

Kondisi ini diperparah dengan devisa hasil ekspor yang masih banyak diparkir di luar negeri, sehingga ikut mempengaruhi suplai dolar Amerika Serikat di dalam negeri.

Untuk itu, pemerintah berupaya menekan defisit transaksi berjalan dengan memperbaiki izin berusaha melalui sistem pelayanan terpadu guna mendorong investasi berbasis ekspor maupun subtitusi impor.

Kemudian, kata Nasution, pemerintah mendorong pemanfaatan bahan bakar biodiesel (B20), untuk menekan impor migas, yang selama ini rutin menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan.

Selain itu, untuk memperkuat devisa, pemerintah meningkatkan gairah sektor pariwisata, agar jumlah kunjungan wisatawan asing bertambah, melalui pemberian KUR bagi pelaku usaha maupun jasa yang ingin berinvestasi dalam bisnis ini.