Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan defisit neraca sektor minyak dan gas bumi pada 2018 lebih baik dibandingkan 2017.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu mengatakan hingga triwulan kedua 2018, penerimaan negara dari lifting minyak dan gas mencapai 6,57 miliar dolar AS.

Sementara, nilai ekspor migas sampai dengan triwulan kedua 2018 mencapai 5,89 miliar dolar AS dan impor migas 12,73 miliar dolar AS.

"Dengan menjumlahkan penerimaan negara dan ekspor, lalu dikurangi impor, maka neraca sektor migas terdapat defisit hanya sebesar 0,27 miliar dolar AS," kata Arcandra.

Sedangkan, untuk perhitungan sepanjang 2017, angka defisit neraca sektor migas tercatat 1,55 miliar dolar AS dengan rincian penerimaan negara 9,92 miliar dolar AS, ekspor 10,8 miliar dolar AS, dan impor 22,27 miliar dolar AS.

"Dengan demikian, secara keseluruhan, angka defisit neraca sektor migas kita pada 2018 lebih baik sedikit dari 2017," tambahnya.

Arcandra juga mengatakan hingga saat ini minyak bumi masih menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan negara.

Kemenkeu mencatat pada semester satu 2018, minyak bumi telah menyumbang 34 persen dari realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menurut dia, pengelolaan minyak bumi oleh perusahaan nasional juga semakin menegaskan tujuan bangsa sesuai Pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yakni bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan bila dibandingkan PDB Indonesia pada 2017 yang mencapai Rp13.588,8 triliun, maka angka defisit neraca sektor migas tersebut hanya 0,16 persen PDB.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 265 juta jiwa, lanjutnya, maka defisit sektor migas untuk BBM pada 2017 hanya sebesar Rp83.000 per orang per tahun.

Menurut Agung, untuk mengantisipasi defisit neraca migas, salah satu yang dilakukan Kementerian ESDM adalah memperluas mandatori B20 atau pencampuran minyak sawit 20 persen ke dalam BBM jenis solar, yang diperkirakan menghemat devisa sekitar dua miliar dolar AS pada 2018 dan 3,5 miliar dolar AS pada 2019.

Oleh karena itu, ia optimistis tren neraca sektor migas yang menunjukkan sinyal positif pada semester pertama 2018, juga akan berlanjut pada semester kedua 2018.

Dengan laju yang sama atau taruhlah defisit sampai akhir 2018 sekitar 0,5 miliar dolar AS, maka beban devisa juga akan makin banyak berkurang.

Rakyat, lanjutnya, hanya akan menanggung defisit Rp27.000 per orang per tahun dari sektor migas, yang itu pun bisa ditutup melalui perluasan B20.

"Melihat ini semua apakah perlu BBM naik. Saya pikir tidak perlu naik. Kebijakan di sektor ini diambil dalam rangka untuk melindungi negara dari defisit devisa dan juga untuk memperkuat rupiah. Kami harap semua pihak dapat mendukung kebijakan pemerintah demi melindungi bangsa dan rakyat Indonesia" kata Agung.

Baca juga: Penerimaan negara sektor migas naik 3,5 miliar dolar