Gangguan satwa liar di Kotawaringin Timur meningkat
5 September 2018 16:42 WIB
Kera hitam sulawesi (Macaca tonkeana) liar berada di atas pohon pada Kawasan Pegunungan Kebun Kopi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Selasa (19/6/2018). Populasi satwa dilindungi itu diperkirakan mengalami peningkatan, terlihat dari kemunculan beberapa kelompok kera pada sejumlah titik di sepanjang kawasan hutan yang juga menjadi jalur transportasi darat di daerah tersebut. Setiap kelompok kera yang bermunculan itu terdiri dari 15 sampai 20 ekor kera dewasa dan anak kera. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)
Sampit (ANTARA News) - Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, diimbau tetap waspada terkait meningkatnya intensitas gangguan satwa liar agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap manusia maupun satwa.
"Kami meminta masyarakat tetap berhati-hati, melaporkan kembali dan mengawasi apabila satwa liar itu kembali lagi. Jangan berusaha menangkap dan menyakiti atau melukai satwa liar tersebut," kata Komandan Pos Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah, Muriansyah di Sampit, Rabu.
Satwa liar yang sering muncul yaitu orangutan dan beruang madu. Tidak hanya satu ekor, tetapi bisa hingga tiga ekor masuk ke kebun warga dan memakan sayur serta buah-buahan.
Berdasarkan data, selama Juni dan Juli 2018, terdapat laporan warga terkait kemunculan orangutan dan beruang madu. Selanjutnya pada Agustus 2018 terdapat tiga laporan kemunculan orangutan yang masuk ke kebun milik warga.
Laporan yang masuk tersebut berasal dari warga Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Kotabesi dan Cempaga.
Kemunculan satwa dilindungi itu membuat warga takut karena satwa liar itu bisa menyerang.
Baca juga: BKSDA: Kebakaran hutan picu konflik manusia-satwa
Untungnya kesadaran warga dalam hal penyelamatan satwa dilindungi terus meningkat sehingga mereka memilih melaporkannya ke BKSDA, ketimbang memburu atau membunuhnya.
"Saat kami tiba di lokasi untuk melakukan pengecekan, satwa-satwa liar itu sudah tidak ada. Kesempatan itu juga selalu kami memanfaatkan untuk memberikan pengarahan kepada pemilik kebun warga yang dijumpai agar tidak membunuh satwa liar yang ditemukan," kata Muriansyah.
Satwa liar tersebut diduga masuk ke kebun dan permukiman warga untuk mencari makanan karena habitat mereka rusak sehingga makin sulit mendapatkan makanan, ujar dia.
Selain itu, Muriansyah mengatakan satwa liar kabur ke kebun dan permukiman warga diduga imbas maraknya kebakaran lahan belum lama ini. Indikasinya, beberapa laporan gangguan satwa liar berlokasi di kebun yang tidak jauh dari lokasi kebakaran lahan.
Masyarakat diimbau melapor ke BKSDA jika mengetahui kemunculan satwa liar. Memelihara satwa liar tanpa izin bisa dijerat hukum. Selain itu, satwa liar rawan mati jika dipelihara manusia.
Baca juga: BKSDA: habitat berkurang potensi konflik satwa-manusia bertambah
Baca juga: Pembukaan Lahan Picu Konflik Satwa
"Kami meminta masyarakat tetap berhati-hati, melaporkan kembali dan mengawasi apabila satwa liar itu kembali lagi. Jangan berusaha menangkap dan menyakiti atau melukai satwa liar tersebut," kata Komandan Pos Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah, Muriansyah di Sampit, Rabu.
Satwa liar yang sering muncul yaitu orangutan dan beruang madu. Tidak hanya satu ekor, tetapi bisa hingga tiga ekor masuk ke kebun warga dan memakan sayur serta buah-buahan.
Berdasarkan data, selama Juni dan Juli 2018, terdapat laporan warga terkait kemunculan orangutan dan beruang madu. Selanjutnya pada Agustus 2018 terdapat tiga laporan kemunculan orangutan yang masuk ke kebun milik warga.
Laporan yang masuk tersebut berasal dari warga Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Kotabesi dan Cempaga.
Kemunculan satwa dilindungi itu membuat warga takut karena satwa liar itu bisa menyerang.
Baca juga: BKSDA: Kebakaran hutan picu konflik manusia-satwa
Untungnya kesadaran warga dalam hal penyelamatan satwa dilindungi terus meningkat sehingga mereka memilih melaporkannya ke BKSDA, ketimbang memburu atau membunuhnya.
"Saat kami tiba di lokasi untuk melakukan pengecekan, satwa-satwa liar itu sudah tidak ada. Kesempatan itu juga selalu kami memanfaatkan untuk memberikan pengarahan kepada pemilik kebun warga yang dijumpai agar tidak membunuh satwa liar yang ditemukan," kata Muriansyah.
Satwa liar tersebut diduga masuk ke kebun dan permukiman warga untuk mencari makanan karena habitat mereka rusak sehingga makin sulit mendapatkan makanan, ujar dia.
Selain itu, Muriansyah mengatakan satwa liar kabur ke kebun dan permukiman warga diduga imbas maraknya kebakaran lahan belum lama ini. Indikasinya, beberapa laporan gangguan satwa liar berlokasi di kebun yang tidak jauh dari lokasi kebakaran lahan.
Masyarakat diimbau melapor ke BKSDA jika mengetahui kemunculan satwa liar. Memelihara satwa liar tanpa izin bisa dijerat hukum. Selain itu, satwa liar rawan mati jika dipelihara manusia.
Baca juga: BKSDA: habitat berkurang potensi konflik satwa-manusia bertambah
Baca juga: Pembukaan Lahan Picu Konflik Satwa
Pewarta: Norjani
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018
Tags: