BPPT rekomendasikan energi surya untuk listrik
5 September 2018 15:33 WIB
Arsip Foto - Siswa SMK bersiap memasang panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya di atap gedung SMK Prakarya Internasional di Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018). SMK Prakarya Internasional bekerja sama dengan Power Technology Asean dari New Zealand memasang 20 panel surya yang mampu menghasilkan daya listrik sebesar 5.000 VA untuk memenuhi seperdelapan kebutuhan listrik sekolah dan 9 Lab komputer. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Deputi Bidang Teknologi Pengkajian Kebijakan Teknologi (PKT) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gatot Dwianto mengatakan Indonesia sebagai negara beriklim tropis, perlu memanfaatkan energi surya untuk listrik yang saat ini tengah dikembangkan oleh berbagai pihak.
Gatot dalam diskusi kelompok terarah (FGD) "Penyusunan Roadmap Industri Manufaktur Komponen dan Usulan Kebijakan untuk Meningkatkan TKDN Industri Pembangkit Surya" di Jakarta, Rabu, mengatakan Pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan telah mendorong tumbuhnya manufaktur komponen pembangkit tenaga surya di dalam negeri.
Contohnya adalah penerapan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) bagi procurement perangkat tenaga surya yang dilaksanakan instansi pemerintah dan BUMN untuk mendorong tumbuhnya industri komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dalam negeri, katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemanfaatan energi surya dengan menggunakan teknologi solar photovoltaik (PV) atau sel surya, menjadi salah satu sumber energi pilihan.
"Teknologi PV atau solar photovoltaic ini diharapkan mampu menjadi pilihan untuk menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik," ujarnya.
Kejar TKDN
Pemanfaatan energi oleh konsumen rumah tangga, industri dan transportasi terbilang jauh dari kata efisien.
Hal ini tercermin dari perilaku pemilihan jenis energi untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif serta rendahnya tingkat efisiensi peralatan.
Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur Telematika dan Elektronika (PPIMTE) BPPT Andhika Prastawa mengatakan menurut prediksi German Federal Government terkait sumber energi primer dunia hingga 2100, menunjukkan bahwa mulai 2030 sumber energi primer yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dunia (minyak, batubara dan gas bumi) akan mengalami penurunan drastis dan akan digantikan dengan sumber energi terbarukan, terutama energi surya.
FGD itu, kata dia, menjadi ajang untuk bertukar gagasan terkait penyusunan peta jalan dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
Roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan menyusun kebijakan pengembangan industri manufaktur komponen PLTS di Indonesia. Selain menjadi alternatif sumber energi ramah lingkungan, dan menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik, katanya.
Terkait TKDN, pada kesempatan ini juga dibahas rencana pengembangan industri nasional bidang energi surya atau PV, serta kebijakan peningkatan TKDN.
Terkait TKDN ini pun akan lebih mempertimbangkan atau mengaitkan proses kepemilikan intelektual (process based) dibandingkan dengan perhitungan biaya (cost based), katanya.
Untuk potensi dan permasalahan pengembangan industri sel surya, inverter dan baterai di Indonesia, diharapkan FGD ini dapat menghasilkan masukan substansi teknis dan non teknis dari narasumber dan stakeholder, serta tercipta kesepakatan dalam konsep roadmap dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
Dengan itu, optimalisasi pemanfaatan tenaga surya dapat menjadi solusi nuhan kebutuhan listrik di masa mendatang, di lain pihak manufaktur perangkat pembangkit tenaga surya dapat menciptakan lapangan kerja baru serta efek ganda terhadap perekonomian, ujar dia.
Baca juga: Lampu tenaga surya jadi program energi berkeadilan
Baca juga: Pemerintah dorong penggunaan energi surya sebagai pilihan dan prioritas
Gatot dalam diskusi kelompok terarah (FGD) "Penyusunan Roadmap Industri Manufaktur Komponen dan Usulan Kebijakan untuk Meningkatkan TKDN Industri Pembangkit Surya" di Jakarta, Rabu, mengatakan Pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan telah mendorong tumbuhnya manufaktur komponen pembangkit tenaga surya di dalam negeri.
Contohnya adalah penerapan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) bagi procurement perangkat tenaga surya yang dilaksanakan instansi pemerintah dan BUMN untuk mendorong tumbuhnya industri komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dalam negeri, katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemanfaatan energi surya dengan menggunakan teknologi solar photovoltaik (PV) atau sel surya, menjadi salah satu sumber energi pilihan.
"Teknologi PV atau solar photovoltaic ini diharapkan mampu menjadi pilihan untuk menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik," ujarnya.
Kejar TKDN
Pemanfaatan energi oleh konsumen rumah tangga, industri dan transportasi terbilang jauh dari kata efisien.
Hal ini tercermin dari perilaku pemilihan jenis energi untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif serta rendahnya tingkat efisiensi peralatan.
Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur Telematika dan Elektronika (PPIMTE) BPPT Andhika Prastawa mengatakan menurut prediksi German Federal Government terkait sumber energi primer dunia hingga 2100, menunjukkan bahwa mulai 2030 sumber energi primer yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dunia (minyak, batubara dan gas bumi) akan mengalami penurunan drastis dan akan digantikan dengan sumber energi terbarukan, terutama energi surya.
FGD itu, kata dia, menjadi ajang untuk bertukar gagasan terkait penyusunan peta jalan dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
Roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan menyusun kebijakan pengembangan industri manufaktur komponen PLTS di Indonesia. Selain menjadi alternatif sumber energi ramah lingkungan, dan menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik, katanya.
Terkait TKDN, pada kesempatan ini juga dibahas rencana pengembangan industri nasional bidang energi surya atau PV, serta kebijakan peningkatan TKDN.
Terkait TKDN ini pun akan lebih mempertimbangkan atau mengaitkan proses kepemilikan intelektual (process based) dibandingkan dengan perhitungan biaya (cost based), katanya.
Untuk potensi dan permasalahan pengembangan industri sel surya, inverter dan baterai di Indonesia, diharapkan FGD ini dapat menghasilkan masukan substansi teknis dan non teknis dari narasumber dan stakeholder, serta tercipta kesepakatan dalam konsep roadmap dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
Dengan itu, optimalisasi pemanfaatan tenaga surya dapat menjadi solusi nuhan kebutuhan listrik di masa mendatang, di lain pihak manufaktur perangkat pembangkit tenaga surya dapat menciptakan lapangan kerja baru serta efek ganda terhadap perekonomian, ujar dia.
Baca juga: Lampu tenaga surya jadi program energi berkeadilan
Baca juga: Pemerintah dorong penggunaan energi surya sebagai pilihan dan prioritas
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: