Palu (ANTARA News) - Massa aksi dari Aliansi Pemuda Sulawesi Tengah (APST), Selasa, meminta kepada Polda Sulteng agar tidak mengeluarkan izin untuk deklarasi #2019GantiPresiden yang ditandai dengan membakar baju dan spanduk, bertuliskan tagar tersebut.

Massa aksi sendiri tidak menjelaskan secara detail maksud mereka menyampaikan adanya tujuan mengganti sistem negara di balik gerakan tagar 2019 ganti presiden tersebut.

Aksi yang disebut damai tersebut bahkan dibumbui pembakaran baju kaos dan spanduk bertuliskan #2019GantiPresiden oleh koordinator lapangan, Rifki Fahyul dan Fandi sebagai simbol penolakan gerakan sekaligus kedatangan Neno Warisman beserta rekannya di Bumi Tadulako.

Mereka juga membagi-bagi selebaran bertuliskan tolak gerakan #2019GantiPresiden kepada penguna jalan yang melintas.

Orator Dedy Irawan menyatakan, ada tiga alasan mengapa #2019GantiPresiden ditolak, pertama terkait ideologi. Gerakan itu, kata dia, bertujuan mengganti sistem negara sebagaimana yang banyak terjadi diluar negeri seperti Suriah dan Afganistan.

Kemudian kata dia, alasan sosiologi, di mana pidato Neno Warisman yang mencerminkan provokasi kepada rakyat agar tak memilih Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Dan alasan ketiga adalah hukum. Dalam #2019 Gantipresiden mengandung ujaran kebencian," ucapnya.

Perwakilan Polda Sulteng, AKP Winarto menyatakan, pihaknya tetap berlaku netral, tidak berada dalam satu kelompok manapun. Tapi bila ada kelompok memecah belah NKRI, maka pihaknya berada di garda terdepan.

Terkait itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Front Pembela Islam (FPI) Sulteng, Ustadz Sugianto Kaimuddin, mengajak massa aksi pro Jokowi dan pro Prabowo untuk sama-sama bersikap dewasa dalam menyambut pesta demokrasi 2019.

Dia mengatakan, gerakan #2019GantiPresiden sama sekali tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan KPU sendiri sudah menyatakan bahwa gerakan tersebut bukan kampanye.

"Gerakan ini muncul karena dilatarbelakangi sejumlah fenomena yang timbul dari pihak pemerintah sendiri, seperti naiknya (harga) bahan bakar minyak (BBM) dengan tiba-tiba, harga kebutuhan pokok masyarakat yang melambung serta munculnya sejumlah `statement` menteri kabinet kerja yang tidak menunjukan kualitasnya," katanya.

"Nah kalaupun ada penolakan, silahkan saja. Namun, jangan mengganggu gerakan-gerakan yang juga konstitusional, sebab ini merupakan bagian dari penyampaian pendapat secara damai dan tertib," tegas Sugianto.