Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal tuntutan 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Ada satu hal penting yang dicermati kenapa 15 tahun dari ancaman maksimal sekitar 20 tahun," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kasus BLBI ini adalah kasus yang lama dengan dugaan kerugian negaranya juga cukup besar sekitar Rp4,5 triliun. Uang tersebut seharusnya untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat pada saat itu.

KPK pun memandang dengan kerugian keuangan negara yang besar tersebut dan kebijakan berbentuk penyelamatan perbankan saat itu seharusnya korupsi dugaan korupsi seperti itu tidak perlu terjadi.

"Akan tetapi, nanti kita lihat sampai pada putusan bagaimana pertimbangan hakim untuk melihat peran pihak lain juga karena Syafruddin Arsyad Temenggung ini hanya salah satu dari orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di sini," ucap Febri.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya menilai bahwa Syafruddin bukan pelaku tunggal dalam kasus tersebut.

"Saya tidak usah sebut nama dahulu nanti kita lihat di putusan. Bagaimana pertimbangan hakim apakah hakim setuju dan punya pemahaman yang sama dengan penuntut umum KPK terkait dengan perbuatan terdakwa dan perbuatan sejumlah pihak yang lain termasuk pihak yang diduga mendapatkan keuntungan," ucap Febri.

Sebelumnya, Syafruddin Arsyah Temenggung dituntut 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

Dalam surat tuntutannya, JPU mengatakan ada kehendak yang sama antara Syafruddin, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim untuk menghilangkan hak tagih negara. Dalam hal ini BPPN kepada Sjamsul Nursalim dengan cara menghapus piutang BDNI kepada petambak PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM).

Hal itu ditindaklanjuti Syafruddin dengan menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagaimana yang dijanjikan dalam Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).

"Kehendak itu direalisasikan dengan cara kerja sama yang erat dan disadari oleh Syafruddin Arsyad Temenggung, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nurslaim, dan Itjih S. Nursalim untuk menyatakan Sjamsul Nursalim tidak melakukan misrepresentasi atas piutang BDNI kepada petambak PT DCD dan PT WM sehingga Sjamsul dianggap memenuhi kewajiban dalam MSAA," ungkap jaksa.