Mahasiswa Universitas Brawijaya ciptakan alat pendeteksi bencana
4 September 2018 07:16 WIB
Warga menunjukan aplikasi berbasis android Early Warning System (EWS) saat peluncuran EWS Berbasis Masyarakat di Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (22/3/2018). Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) meluncurkan aplikasi EWS Berbasis Masyarakat yang bertujan untuk saling memberikan informasi tentang cuaca, debit sungai, dan bencana untuk masyarakat. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Malang (ANTARA News) - Dua mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan inovasi alat pendeteksi bencana, yakni Disaster Detection System of Forest Fire and Landslide (Desfola).
Menurut salah seorang mahasiswa pencipta alat pendeteksi bencana tersebut, Bagas Priyo Hadi Wibowo di Malang, Selasa, mengatakan inovasi teknologi yang diberi nama DESFOLA itu terinspirasi maraknya bencana kebakaran hutan maupun banjir dan tanah longsor di Tanah Air.
"Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 2.271 bencana yang terjadi sepanjang tahun 2017. Salah satunya adalah bencana kebakaran hutan dan lahan (96 kejadian) serta banjir dan tanah longsor (67 kejadian)," katanya.
Menurut dia, wilayah Indonesia yang memiliki hutan cukup luas berpotensi besar terjadinya bencana kebakaran hutan dan tanah longsor. "Dari latar belakang ini kami berupaya menemukan inovasi yang mampu mengetahui secara dini terjadinya kebakaran hutan, tanah longsor dan banjir," ucapnya.
Selain Bagas Priyo Hadi Wibowo, inovasi Desfola itu juga melibatkan mahasiswa Teknik Elektro lainnya, yakni Rizka Sisna Riyanti. "Desfola ini adalah sebuah teknologi pendeteksi potensi bencana berbasis android guna mengurangi dampak akibat kebakaran hutan dan tanah longsor," tambah Rizka.
Inovasi kedua mahasiswa tersebut berhasil meraih medali perak pada ajang International Research Innovation, Invention, and Solution Exposition (IRIISE) 2018 di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada 14-16 Agustus lalu.
Lebih lanjut, Rizka mengatakan Desfola dirancang dengan dua bagian utama, yaitu bagian sensor dan bagian server. Bagian sensor diletakkan di beberapa bagian hutan dan bagian server akan diletakkan di pemukiman warga yang memiliki koneksi internet.
Desfola menggunakan sistem pengiriman point to point untuk memaksimalkan kinerjanya. "Data yang dideteksi oleh bagian sensor akan ditampilkan di aplikasi android secara realtime. Saat potensi bencana meningkat, alat akan menampilkan `warning` sehingga masyarakat bisa lebih waspada dan menanggulanginya lebih dini," paparnya.
Ia menambahkan dengan bimbingan dosen Eka Maulana, ke depannya Desfola akan dilengkapi dengan beberapa fitur sehingga dapat meningkatkan keefektifan alat tersebut.
"Harapan kami keberadaan Desfola ini dapat mengurangi dampak yang lebih besar dari kebakaran hutan dan tanah longsor sekaligus menjadi sistem pencegahan bencana yang dapat diaplikasikan secara penuh di kemudian hari," ucap mahasiswa angkatan 2015 ini.
Baca juga: LIPI rancang alat deteksi dini longsor
Menurut salah seorang mahasiswa pencipta alat pendeteksi bencana tersebut, Bagas Priyo Hadi Wibowo di Malang, Selasa, mengatakan inovasi teknologi yang diberi nama DESFOLA itu terinspirasi maraknya bencana kebakaran hutan maupun banjir dan tanah longsor di Tanah Air.
"Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 2.271 bencana yang terjadi sepanjang tahun 2017. Salah satunya adalah bencana kebakaran hutan dan lahan (96 kejadian) serta banjir dan tanah longsor (67 kejadian)," katanya.
Menurut dia, wilayah Indonesia yang memiliki hutan cukup luas berpotensi besar terjadinya bencana kebakaran hutan dan tanah longsor. "Dari latar belakang ini kami berupaya menemukan inovasi yang mampu mengetahui secara dini terjadinya kebakaran hutan, tanah longsor dan banjir," ucapnya.
Selain Bagas Priyo Hadi Wibowo, inovasi Desfola itu juga melibatkan mahasiswa Teknik Elektro lainnya, yakni Rizka Sisna Riyanti. "Desfola ini adalah sebuah teknologi pendeteksi potensi bencana berbasis android guna mengurangi dampak akibat kebakaran hutan dan tanah longsor," tambah Rizka.
Inovasi kedua mahasiswa tersebut berhasil meraih medali perak pada ajang International Research Innovation, Invention, and Solution Exposition (IRIISE) 2018 di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada 14-16 Agustus lalu.
Lebih lanjut, Rizka mengatakan Desfola dirancang dengan dua bagian utama, yaitu bagian sensor dan bagian server. Bagian sensor diletakkan di beberapa bagian hutan dan bagian server akan diletakkan di pemukiman warga yang memiliki koneksi internet.
Desfola menggunakan sistem pengiriman point to point untuk memaksimalkan kinerjanya. "Data yang dideteksi oleh bagian sensor akan ditampilkan di aplikasi android secara realtime. Saat potensi bencana meningkat, alat akan menampilkan `warning` sehingga masyarakat bisa lebih waspada dan menanggulanginya lebih dini," paparnya.
Ia menambahkan dengan bimbingan dosen Eka Maulana, ke depannya Desfola akan dilengkapi dengan beberapa fitur sehingga dapat meningkatkan keefektifan alat tersebut.
"Harapan kami keberadaan Desfola ini dapat mengurangi dampak yang lebih besar dari kebakaran hutan dan tanah longsor sekaligus menjadi sistem pencegahan bencana yang dapat diaplikasikan secara penuh di kemudian hari," ucap mahasiswa angkatan 2015 ini.
Baca juga: LIPI rancang alat deteksi dini longsor
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: