Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmad Bagja menegaskan putusan Bawaslu di daerah meloloskan mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal calon legislatif didasarkan pada UUD 1945, UU no 7/2017 tentang Pemilu, serta putusan Mahkamah Konstitusi.

"Putusan kita jelas landasannya UUD, UU no 7/2017 tentang Pemilu dan empat keputusan MK yang menyatakan kebolehan (mantan napi) untuk maju," kata Rahmad Bagja di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan, pihaknya sejak awal telah mengingatkan PKPU no 20/2018 yang melarang pengajuan calon legislatif mantan narapidana korupsi bertabrakan dengan UU Pemilu.

Di dalam UU pemilu pasal 182 huruf g telah dijelaskan, mantan narapidana dibolehkan untuk ikut serta sebagai peserta pemilu selama memberikan informasi sejujurnya kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan pernah dihukum.

"Kami sudah wanti-wanti di awal, bahwa ini terjadi tabrakan hukum antara UU no.7 dan PKPU no 20, ini mungkin terluput usulan kita kadang-kadang juga tidak ditanggapi gitu, itu yang kemarin terjadi, kami yakin KPU maupun Bawaslu menyadari sikap masing-masing. Yang kami takutkan framing berlebihan terhadap Bawaslu, karena ini bukan pro dan kontra dari suatu isu, ini adalah penegakan hukum dan juga pengambilan hukum yang tepat," katanya.

Ia juga berharap, hal ini juga dipahami oleh KPU karena pengambilan hukumnya harus jelas sesuai UUD, UU serta keputusan Mahkamah Konstitusi terkait hal itu.

"Ada dalam kaidah hukum ketentuan hukum yang lebih tinggi meniadakan ketentuan yang di bawahnya kalau bertentangan, kita di hadapkan situasi yang seperti itu kita pilih UU atau PKPU. Milih UU disalahkan sama teman-teman KPU, milih PKPU disalahkan UU sama MK. Akhirnya kita pilih UU yang lebih tinggi dan itu logis," katanya.

Ia menyanyangkan KPU dalam beberapa hal mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi namun dalam kasus ini, KPU tidak mau mengakomodir.

Ia mengatakan, koreksi putusan Bawaslu akan dilakukan bila Mahkamah Agung memberikan keputusan yang jelas terkait PKPU tersebut tidak melanggar UU no 7/2018.

"Bila nantinya MA memutuskan ini sesuai dengan UU maka ada mekanisme koreksi di Bawaslu, ini koreksi putusan teman-teman di daerah, kalau dikoreksi maka TMS (tidak memenuhi syarat) lah," katanya.

Menurut dia, putusan Bawaslu di daerah saat ini juga memberikan jalan keluar bagi KPU bila nantinya MA menyatakan PKPU dinilai bertentangan dengan UU. Sebab tidak ada aturan terkait dengan rehabilitasi bakal calon legislatif.

Sementara itu, jumlah bakal calon legislatif dari mantan napi kasus korupsi di daerah yang diputuskan Bawaslu di daerah lolos dalam daftar calon legislatif sementara (DCS) terus bertambah. Hingga Senin (3/9), setidaknya 12 bakal calon legislatif mantan napi kasus korupsi telah diputuskan lolos (memenuhi syarat) oleh Bawaslu di daerah.