Asian Games 2018
Saat Oky kehilangan tandem
1 September 2018 01:49 WIB
Atlet sepatu roda beradu cepat pada nomor 20 km putra Asian Games 2018 di Arena Roller Skate Kompleks Jakabaring Sport City, Palembang, Sumsel, Jumat (31/8/2018). (ANTARA FOTO/INASGOC/Ahmad Rizki Prabu)
Palembang (ANTARA News) - Pupus sudah harapan tim sepatu roda Indonesia untuk mengukir sejarah medali emas pada ajang Asian Games 2018 di lintasan permanen Jakabaring Sport City Palembang Provinsi Sumatera Selatan, setelah Muhammad Oky Andrianto terpaksa harus finis di urutan ketujuh.
Medali emas incaran tim "Merah Putih" itu pada nomor balap 20 kilometer putra diraih oleh atlet Chinese Taipei Chao Tsucheng yang mencatat waktu tercepat 33 menit 51,418 detik. Oky sendiri finis di peringkat ketujuh dengan catatan waktu terpaut 4,563 detik dari sang jawara lomba yang berlangsung Jumat (31/8) petang itu.
Peraih perak dan perunggu nomor yang digelar mulai pukul 14.00 WIB tersebut diraih oleh atlet Korea Selatan Choi Gwangho dan Son Geunseong yang juga kecolongan di lap terakhir oleh andalan Chinese Taipei itu.
Perjuangan duet Indonesia pada lomba balapan 20 kilometer yang mempertaruhkan daya tahan atlet itu cukup membanggakan. Oki dengan tandemnya Tias Andira tampil bahu membahu sejak awal lomba, bahkan keduanya sempat beriringan memimpin lomba pada pertengahan lap ke-30.
Dalam beberapa kesempatan, Oky dan Tias berinisiatif melakukan psywar di lapangan dengan mengajak sprint peserta lainnya. Keduanya menjaga ritme sepanjang lomba hingga lap ke-45. Baru pada lap-lap akhir, silih berganti peserta memimpin seperti Choi Gwangho, Son Geunseong (Korea), Chao Tsucheng (Chinese Taipei) Chen Tao dan Tong Jiajun (China).
Lomba hingga lap ke-47 masih berjalan normal bagi duet Indonesia, sedangkan tujuh atlet sudah keluar lintasan tidak lagi sanggup melanjutkan lomba, termasuk Sekhon Harshveer Singh dari India yang sempat melejit pada lap ke-19 hingga lap ke-32. Andalan India yang sempat meninggalkan jauh dengan rentang waktu sembilan detik dari rombongan besar itu, akhirnya tak mampu bertahan dan akhirnya kehabisan nafas dan memilih keluar arena pada lap ke-44.
Namun selepas lap ke-47, saat kritis terjadi ketika bunyi lonceng tanda eliminiasi dilakukan. Para peserta membesut laju, dan di situlah awal strategi Indonesia mulai di luar kendali. Tias yang berada di urutan belakang terpaksa tereliminasi pada lap ke-48.
Artinya Oky tinggal berjuang sendirian tanpa tandem yang sejak awal diandalkan untuk berkolaborasi membuka jalan, dan mengatur tempo atlet lainnya agar Oky sebagai finishing bisa melejit. Alhasil dalam tiga lap terakhir, Oky yang membalap dengan nomor punggung 101 berusaha masuk zona aman.
Namun pada lap-lap menentukan di akhir lomba, justeru atlet asal Jawa Timur itu terjebak dan salah posisi di urutan keenam dalam kondisi formasi rapat. Satu lap terakhir cukup berat baginya untuk merangsek, bahkan pada lap pamungkas dengan melambung ke kanan, posisinya malah merosot ke peringkat ketujuh sehingga terpaut 4,563 detik dari pemenang lomba.
"Kadang strategi yang telah dirancang, di lapangan tidak semuanya berjalan dengan baik. Dan saya akui saya salah mengambil posisi di putaran terakhir," kata Oky ketika ditemui usai lomba.
Selain kehilangan tandem di empat putaran terakhir, ia juga mengaku sempat terbawa ritme atlet China yang berada di depannya.
"Saya konsen ke dia, tapi ternyata kondisinya lain," katanya.
Bila Tias masih melaju, mungkin ceritanya bisa lain bagi tim Indonesia, skema dan strategi mungkin masih bisa berjalan, kendati pesaingnya jago-jago dunia. Keuntungan lamanya aklimatisasi dengan cuaca Palembang juga tidak banyak berpengaruh. Pasalnya saat lomba berlangsung, awan seperti memayungi arena sepatu roda sehingga tak lagi panas menyengat.
"Kami sudah mencoba untuk menjaga stamina untuk lap-lap terakhir yang menguras tenaga dan konsentrasi, tapi memang keteteran juga," kata Oky.
Sebagai atlet yang diunggulkan untuk meraih medali emas, menurut dia memang ada beban tanggung jawab, namun hal itu dijadikan sebuah tantangan sehingga menjadi hal biasa bagi seorang atlet.
"Memang saya mendapat tugas untuk itu, namun belum berhasil. Tapi saya sudah berusaha maksimal dengan kemampuan yang saya ada, meski akhirnya belum cukup untuk meraih yang terbaik," katanya.
Kegagalan tim sepatu roda Indonesia meraih target, disebutkan oleh pelatih Yedie Heryadi merupakan bagian dari dinamika untuk mengemas program pembinaan ke depan. Ia akan melakukan evaluasi termasuk menjadi bagian untuk persiapan ajang berikutnya.
"Harapan memang dari putra, ada salah posisi memang diambil saat bertanding tadi, sehingga menjadi berat untuk bisa menyalip enam peserta di depannya," kata Yedhi.
Berbagai upaya telah dilakukan secara maksimal mulai dari persiapan, latihan hingga pertandingan. Namun belum cukup untuk mendobrak dominasi atlet papan atas berkelas dan berpengalaman internasional.
"Hari ini memberikan pengalaman dan pelajaran berharga, kita perlu meningkatkan lagi performance atlet kita. Mudah-mudahan cabang sepatu roda dipertandingkan lagi di Asian Games mendatang," kata Yedhi menambahkan.
Baca juga: Klasemen perolehan medali sepatu roda
Baca juga: Li Mengchu apresiasi suporter Palembang
Baca juga: Oky akui salah posisi di lap terakhir
Medali emas incaran tim "Merah Putih" itu pada nomor balap 20 kilometer putra diraih oleh atlet Chinese Taipei Chao Tsucheng yang mencatat waktu tercepat 33 menit 51,418 detik. Oky sendiri finis di peringkat ketujuh dengan catatan waktu terpaut 4,563 detik dari sang jawara lomba yang berlangsung Jumat (31/8) petang itu.
Peraih perak dan perunggu nomor yang digelar mulai pukul 14.00 WIB tersebut diraih oleh atlet Korea Selatan Choi Gwangho dan Son Geunseong yang juga kecolongan di lap terakhir oleh andalan Chinese Taipei itu.
Perjuangan duet Indonesia pada lomba balapan 20 kilometer yang mempertaruhkan daya tahan atlet itu cukup membanggakan. Oki dengan tandemnya Tias Andira tampil bahu membahu sejak awal lomba, bahkan keduanya sempat beriringan memimpin lomba pada pertengahan lap ke-30.
Dalam beberapa kesempatan, Oky dan Tias berinisiatif melakukan psywar di lapangan dengan mengajak sprint peserta lainnya. Keduanya menjaga ritme sepanjang lomba hingga lap ke-45. Baru pada lap-lap akhir, silih berganti peserta memimpin seperti Choi Gwangho, Son Geunseong (Korea), Chao Tsucheng (Chinese Taipei) Chen Tao dan Tong Jiajun (China).
Lomba hingga lap ke-47 masih berjalan normal bagi duet Indonesia, sedangkan tujuh atlet sudah keluar lintasan tidak lagi sanggup melanjutkan lomba, termasuk Sekhon Harshveer Singh dari India yang sempat melejit pada lap ke-19 hingga lap ke-32. Andalan India yang sempat meninggalkan jauh dengan rentang waktu sembilan detik dari rombongan besar itu, akhirnya tak mampu bertahan dan akhirnya kehabisan nafas dan memilih keluar arena pada lap ke-44.
Namun selepas lap ke-47, saat kritis terjadi ketika bunyi lonceng tanda eliminiasi dilakukan. Para peserta membesut laju, dan di situlah awal strategi Indonesia mulai di luar kendali. Tias yang berada di urutan belakang terpaksa tereliminasi pada lap ke-48.
Artinya Oky tinggal berjuang sendirian tanpa tandem yang sejak awal diandalkan untuk berkolaborasi membuka jalan, dan mengatur tempo atlet lainnya agar Oky sebagai finishing bisa melejit. Alhasil dalam tiga lap terakhir, Oky yang membalap dengan nomor punggung 101 berusaha masuk zona aman.
Namun pada lap-lap menentukan di akhir lomba, justeru atlet asal Jawa Timur itu terjebak dan salah posisi di urutan keenam dalam kondisi formasi rapat. Satu lap terakhir cukup berat baginya untuk merangsek, bahkan pada lap pamungkas dengan melambung ke kanan, posisinya malah merosot ke peringkat ketujuh sehingga terpaut 4,563 detik dari pemenang lomba.
"Kadang strategi yang telah dirancang, di lapangan tidak semuanya berjalan dengan baik. Dan saya akui saya salah mengambil posisi di putaran terakhir," kata Oky ketika ditemui usai lomba.
Selain kehilangan tandem di empat putaran terakhir, ia juga mengaku sempat terbawa ritme atlet China yang berada di depannya.
"Saya konsen ke dia, tapi ternyata kondisinya lain," katanya.
Bila Tias masih melaju, mungkin ceritanya bisa lain bagi tim Indonesia, skema dan strategi mungkin masih bisa berjalan, kendati pesaingnya jago-jago dunia. Keuntungan lamanya aklimatisasi dengan cuaca Palembang juga tidak banyak berpengaruh. Pasalnya saat lomba berlangsung, awan seperti memayungi arena sepatu roda sehingga tak lagi panas menyengat.
"Kami sudah mencoba untuk menjaga stamina untuk lap-lap terakhir yang menguras tenaga dan konsentrasi, tapi memang keteteran juga," kata Oky.
Sebagai atlet yang diunggulkan untuk meraih medali emas, menurut dia memang ada beban tanggung jawab, namun hal itu dijadikan sebuah tantangan sehingga menjadi hal biasa bagi seorang atlet.
"Memang saya mendapat tugas untuk itu, namun belum berhasil. Tapi saya sudah berusaha maksimal dengan kemampuan yang saya ada, meski akhirnya belum cukup untuk meraih yang terbaik," katanya.
Kegagalan tim sepatu roda Indonesia meraih target, disebutkan oleh pelatih Yedie Heryadi merupakan bagian dari dinamika untuk mengemas program pembinaan ke depan. Ia akan melakukan evaluasi termasuk menjadi bagian untuk persiapan ajang berikutnya.
"Harapan memang dari putra, ada salah posisi memang diambil saat bertanding tadi, sehingga menjadi berat untuk bisa menyalip enam peserta di depannya," kata Yedhi.
Berbagai upaya telah dilakukan secara maksimal mulai dari persiapan, latihan hingga pertandingan. Namun belum cukup untuk mendobrak dominasi atlet papan atas berkelas dan berpengalaman internasional.
"Hari ini memberikan pengalaman dan pelajaran berharga, kita perlu meningkatkan lagi performance atlet kita. Mudah-mudahan cabang sepatu roda dipertandingkan lagi di Asian Games mendatang," kata Yedhi menambahkan.
Baca juga: Klasemen perolehan medali sepatu roda
Baca juga: Li Mengchu apresiasi suporter Palembang
Baca juga: Oky akui salah posisi di lap terakhir
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: