Manila (ANTARA News) - Presiden Rodrigo Duterte mengatakan korupsi dan perdagangan obat bius sangat mengakar di Filipina dan jika dia tidak ada, negeri itu lebih baik dipimpin diktator seperti mendiang Ferdinand Marcos.

Dalam pidatonya pada Kamis, Duterte mengulangi bahwa dia ingin mundur sebelum masa jabatannya berakhir pada 2022, tapi enggan menyerahkan kepada Leni Robredo, wakil presiden terpilih secara terpisah dan bukan pasangannya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

Robredo menjadi pengecam perang presiden terhadap obat terlarang. Duterte mengatakan akan terjadi kekacauan jika penumpasan, yang dilakukannya, terhenti dan Filipina dapat berjalan dengan orang otoriter di pucuk pimpinan.

"Anda lebih baik memilih diktator seperti Marcos. Itu yang saya sarankan," kata Duterte, "Berdasarkan atas konstitusi, Robredo adalah pengganti, tapi dia tidak dapat melakukannnya."

Kekaguman Duterte kepada Marcos menjadi masalah karena banyak orang Filipina masih teringat pemerintahan keras Marcos selama dua dasawarsa dan berakhir dengan penggulingannya dalam pergolakan rakyat dukungan tentara pada 1996, demikian Reuters melaporkan.

Ribuan orang ditangkap, dibunuh, disiksa atau hilang berdasarkan undang-undang darurat tahun 1970an.

Banyak penyintas diingatkan pengaruh politik keluarga Marcos, dengan janda Imelda sebagai anggota Kongres, puteranya senama seorang senator yang kalah dari Robredo dalam pemilihan wakil presiden tahun 2016, dan seorang puterinya Imee Marcos sebagai gubernur provinsi.

Baca juga: Presiden Filipina diadukan ke Mahkamah Pidana Internasional

Imee Marcos, 62 tahun, diperkirakan akan mengikuti pemungutan suara untuk senat tahun depan dan menghadiri atau berbicara di banyak acara-acara publik Duterte di seluruh wilayah Filipina, kendati tak memiliki peran dalam pemerintahannya.

Dia menimbulkan kemarahan pekan lalu ketika berbicara sudah saatnya bagi orang-orang tua Filipina untuk "move on" dari undang-undang darurat yang berlaku selama bertahun-tahun, seperti orang-orang lebih muda.

Duterte, 73 tahun, sering berbicara tentang pensiun, akibat kesal terhadap korupsi dan narkotika. Desas-desus telah merebak bahwa kesehatannya menurun. Tapi dia membantah pada Kamis dan menyebut kabar itu "hoaks".

Dalam pidato sama, dia mengatakan bahwa di tengah-tengah gejolak di gereja Katolik seluruh dunia, dia ingin menciptakan "keterbukaan" di dalam negeri bagi korban untuk mengungkap pelecehan tokoh agama itu, yang dia secara pribadi mengalaminya.

Editor: Boyke Soekapdjo