MKI sebut transfer teknologi tingkatkan kandungan lokal pembangkit
30 Agustus 2018 21:45 WIB
Aktivitas pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berlangsung di Ujungnegoro, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (30/3/2018). (ANTARA /Aditya Pradana Putra)
Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Kelistrikian Indonesia (MKI) meminta pemerintah segera mengimplementasikan kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada industri pembangkit listrik melalui transfer teknologi dari perusahaan asing ke dalam negeri.
"Pemerintah harus sedikit 'memaksa' agar vendor asing mau mengalihkan teknologi ke dalam negeri agar dapat meningkatkan TKDN pembangkit," kata Wakil Ketua Umum KMI Andri Doni, dalam sebuah diskusi "Keberlanjutan Sektor Ketenagalistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional" di Jakarta, Kamis.
Menurut Doni, hingga saat ini TKDN pembangkit listrik pada proyek 35.000 MW masih belum maksimal atau di kisaran 40 persen.
TKDN untuk pembangkit berkapasitas besar berkisar 600-1.000 MW masih pada seputar pekerjaan sipil seperti perataan tanah dan pemasangan mekanik listrik.
Sedangkan pengadaan boiler, turbin generator, dan kondensor masih harus diimpor dari luar negeri.
Ia menjelaskan, dari sisi perundang-undangan, pemerintah sudah memiliki Perpres Nomor 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang sudah lengkap dan bagus, serta tinggal bagaimana mengimpelentasikannya
Demikian juga, terkait pendanaan, pemerintah bisa memberikan dukungan melalui antara lain penyertaan modal negara, penerusan pinjaman luar negeri dari pinjaman pemerintah, lembaga keuangan, restrukturisasi melalui optimalisasi aset finansial, lindung nilai hingga pendanaan kembali.
"Terkait pendanaan multilateral, pemerintah juga harus mampu melakukan lobi tingkat atas. Kita punya program 35.000 MW. Ini bisa menjadi momentum yang baik untuk mendatangkan investor ke Indonesia dengan membawa teknologi ke dalam negeri," ujarnya.
Doni tidak menyebutkan berapa ideal besaran TKDN pembangkit listrik terutama untuk kapasitas 2x600 MW dan 2x1.000 WM, dari saat ini yang masih sangat rendah di bawah 30 persen.
"Kami inginnya TKDN setinggi-tingginya untuk 600 MW-1.000 MW. Sementara TKDN pembangkit untuk kapasitas 2x200 MW dan 2x100 MW tingkat TKDN sudah mencapai 100 persen," ujar Doni.
Sementara itu, Wakil Sekretaris MKI Djoni Djulkifli menambahkan sejauh ini kebutuhan pengadaan pembangkit masih belum bisa dipenuhi dari dalam negeri.
"Ini yang harus menjadi perhatian supaya industri dalam negeri betul-betul siap, karena potensinya besar," ujarnya.
Menurut dia, impor mesin pembangkit sejauh ini masih dari Jepang, China dan sejumlah negara Eropa.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan semacam peta jalan (roadmap) penggunaan TKDN, sehingga industri bisa mengidentifikasi kebutuhan pembangkit yang sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri.
Baca juga: Atasi defisit, pemerintah tegakkan aturan TKDN pada proyek infrastruktur
Baca juga: Minim komponen lokal, proyek PLN bakal ditunda
"Pemerintah harus sedikit 'memaksa' agar vendor asing mau mengalihkan teknologi ke dalam negeri agar dapat meningkatkan TKDN pembangkit," kata Wakil Ketua Umum KMI Andri Doni, dalam sebuah diskusi "Keberlanjutan Sektor Ketenagalistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional" di Jakarta, Kamis.
Menurut Doni, hingga saat ini TKDN pembangkit listrik pada proyek 35.000 MW masih belum maksimal atau di kisaran 40 persen.
TKDN untuk pembangkit berkapasitas besar berkisar 600-1.000 MW masih pada seputar pekerjaan sipil seperti perataan tanah dan pemasangan mekanik listrik.
Sedangkan pengadaan boiler, turbin generator, dan kondensor masih harus diimpor dari luar negeri.
Ia menjelaskan, dari sisi perundang-undangan, pemerintah sudah memiliki Perpres Nomor 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang sudah lengkap dan bagus, serta tinggal bagaimana mengimpelentasikannya
Demikian juga, terkait pendanaan, pemerintah bisa memberikan dukungan melalui antara lain penyertaan modal negara, penerusan pinjaman luar negeri dari pinjaman pemerintah, lembaga keuangan, restrukturisasi melalui optimalisasi aset finansial, lindung nilai hingga pendanaan kembali.
"Terkait pendanaan multilateral, pemerintah juga harus mampu melakukan lobi tingkat atas. Kita punya program 35.000 MW. Ini bisa menjadi momentum yang baik untuk mendatangkan investor ke Indonesia dengan membawa teknologi ke dalam negeri," ujarnya.
Doni tidak menyebutkan berapa ideal besaran TKDN pembangkit listrik terutama untuk kapasitas 2x600 MW dan 2x1.000 WM, dari saat ini yang masih sangat rendah di bawah 30 persen.
"Kami inginnya TKDN setinggi-tingginya untuk 600 MW-1.000 MW. Sementara TKDN pembangkit untuk kapasitas 2x200 MW dan 2x100 MW tingkat TKDN sudah mencapai 100 persen," ujar Doni.
Sementara itu, Wakil Sekretaris MKI Djoni Djulkifli menambahkan sejauh ini kebutuhan pengadaan pembangkit masih belum bisa dipenuhi dari dalam negeri.
"Ini yang harus menjadi perhatian supaya industri dalam negeri betul-betul siap, karena potensinya besar," ujarnya.
Menurut dia, impor mesin pembangkit sejauh ini masih dari Jepang, China dan sejumlah negara Eropa.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan semacam peta jalan (roadmap) penggunaan TKDN, sehingga industri bisa mengidentifikasi kebutuhan pembangkit yang sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri.
Baca juga: Atasi defisit, pemerintah tegakkan aturan TKDN pada proyek infrastruktur
Baca juga: Minim komponen lokal, proyek PLN bakal ditunda
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: