Surabaya (ANTARA News) - Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya menolak segala bentuk upaya pihak-pihak yang akan membuka kembali Dolly sebagai tempat prostitusi yang sebelumnya telah resmi ditutup Pemerintah Kota Surabaya beberapa tahun lalu.

"Dolly sekarang berubah. Pemerintah dan masyarakat sudah mengubah Dolly menjadi pusat ekonomi walaupun program ini harus terus menerus dibantu semua pihak," kata Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya Ach. Zainul Arifin kepada Antara di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, gugatan class action kepada Pemerintah Kota Surabaya dengan nilai Rp270 Miliar yang dilakukan oleh beberapa pihak ke Pengadilan Negeri, adalah bentuk perlawanan yang harus dilawan oleh seluruh elemen Warga Surabaya.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk tidak mengabulkan permintaan class action yang dituntutkan atas dasar kerugian ekonomi.

Namun, pada sisi yang lain kerugian yang diakibatkan dengan tetap beroperasinya Dolly adalah kriminalitas, HIV/AIDS, kerusakan moral, kerusakan masyarakat, dampak buruknya yang nilainya melebihi dari sekedar nilai ekonomi, katanya.

"Masa depan anak bangsa dan generasi muda harus lebih utama, pihak-pihak yang terkait hendaknya bersama-sama merumuskan masa depan Dolly bersama yang berkemajuan," katanya.

Ia percaya bahwa warga Dolly bersama dengan Warga Surabaya dan tidak pernah merasakan adanya intimidasi dan diskriminasi dari pihak manapun, kalaupun ada, itu hanya dirasakan oleh kelompok yang mempunyai kepentingan.

"Hentikan silang pendapat tentang masalah Dolly. Saatnya bersama-sama menjadikan Dolly sebagai Sentral Ekonomi Usaha, sebagai Pusat Peradaban Masyarakat Religius berkemajuan dan sebagai Dolly milik kita bersama dibangun dengan semangat kebersamaan," ujarnya.

Baca juga: Ansor Surabaya lawan upaya menghidupkan kembali Dolly
Baca juga: Eks lokalisasi Dolly Surabaya jadi kawasan produktif